Pendekar Sunnah - Abu Fajri Khusen's Blog

Selasa, 06 Juli 2010

KEUTAMAAN JIHAD

KEUTAMAAN JIHAD

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


Keutamaan jihad sangat banyak sekali, di antaranya adalah:

1. Geraknya mujahid (orang yang berjihad di jalan Allah) di medan perang itu diberikan pahala oleh Allah. [1]
2. Jihad adalah perdagangan yang untung dan tidak pernah rugi. [2]
3. Jihad lebih utama daripada meramaikan Masjidil Haram dan memberikan minum kepada jama’ah haji. [3]
4. Jihad merupakan satu dari dua kebaikan (menang atau mati syahid). [4]
5. Jihad adalah jalan menuju Surga. [5]
6. Orang yang berjihad, meskipun dia sudah mati syahid namun ia tetap hidup dan diberikan rizki. [6]
7. Orang yang berjihad seperti orang yang berpuasa tidak berbuka dan melakukan shalat malam terus-menerus. [7]
8. Sesungguhnya Surga memiliki 100 tingkatan yang disediakan Allah untuk orang yang berjihad di jalan-Nya. Antara satu tingkat dengan yang lainnya berjarak seperti langit dan bumi. [8]
9. Surga di bawah naungan pedang. [9]
10. Orang yang mati syahid mempunyai 6 keutamaan: (1) diampunkan dosanya sejak tetesan darah yang pertama, (2) dapat melihat tempatnya di Surga, (3) akan dilindungi dari adzab kubur, (4) diberikan rasa aman dari ketakutan yang dahsyat pada hari Kiamat, (5) diberikan pakaian iman, dinikahkan dengan bidadari, (6) dapat memberikan syafa’at kepada 70 orang keluarganya. [10]
11. Orang yang pergi berjihad di jalan Allah itu lebih baik dari dunia dan seisinya. [11]
12. Orang yang mati syahid, ruhnya berada di qindil (lampu/ lentera) yang berada di Surga. [12]
13. Orang yang mati syahid diampunkan seluruh dosanya kecuali hutang. [13]

TUJUAN DISYARIA’TAKAN JIHAD
Jihad memerangi musuh Islam tujuannya agar agama Allah tegak di muka bumi, bukan sekedar membunuh mereka.
Allah al-‘Aziiz berfirman:

"Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah saja. Jika mereka ber-henti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zhalim"[Al-Baqarah: 193]

Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat th. 310 H) rahimahullahu berkata: “Perangilah mereka sehingga tidak terjadi lagi kesyirikan kepada Allah, tidak ada penyembahan kepada berhala, kemusyrikan dan ilah-ilah lain, sehingga ibadah dan ketaatan hanya kepada Allah saja tidak kepada yang lain.” [14]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah…” [15]

Abu ‘Abdillah al-Qurthubi (wafat th. 671 H) rahimahullah berkata: “Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa sebab ‘qital’ (perang) adalah kekufuran.” [16]

Syaikh as-Sa’di rahimahullahu berkata: “Maksud dan tujuan dari perang di jalan Allah bukanlah sekedar menumpahkan darah orang kafir dan mengambil harta mereka, akan tetapi tujuannya agar agama Islam ini tegak karena Allah di atas seluruh agama dan menghilangkan (mengenyahkan) semua bentuk kemusyrikan yang menghalangi tegaknya agama ini, dan itu yang dimaksud dengan ‘fitnah’ (syirik). Apabila fitnah (kemusyrikan) itu sudah hilang, tercapailah maksud tersebut, maka tidak ada lagi pembunuhan dan perang.” [17]

Jadi, jihad disyari’atkan agar agama Allah tegak di muka bumi. Karena itu sebelum dimulai peperangan diperintahkan untuk berdakwah kepada orang-orang kafir agar mereka masuk Islam. [18]

TINGKATAN JIHAD
Menurut Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahulahu jihad memiliki empat tingkatan, [19] yaitu:

Pertama: Jihaadun Nafs (Jihad melawan hawa nafsu).
Jihad ini ada empat tingkatan:

1. Berjihad untuk mempelajari ilmu dan petunjuk, yaitu mempelajari agama yang haq. Seseorang tidak akan dapat mencapai kejayaan, kebahagiaan di dunia dan akhirat melainkan dengan ilmu dan petunjuk. Apabila dia tidak mau mempelajari ilmu yang bermanfaat, maka dia akan celaka dunia dan akhirat.

2. Berjihad untuk mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya. Bila hanya semata-mata berdasarkan ilmu saja tanpa amal, maka bisa jadi ilmu itu akan mencelakainya bahkan tidak bermanfaat baginya.

3. Berjihad untuk mendakwahkannya, mengajarkannya kepada orang yang belum mengetahuinya, maka apabila dakwah ini tidak dilakukannya maka hal ini termasuk menyembunyikan ilmu yang telah Allah turunkan baik berupa petunjuk maupun keterangan-keterangan. [20] Maka ilmunya tidak akan bermanfaat dan tidak pula dapat menyelamatkannya dari adzab Allah.

4. Berjihad untuk sabar terhadap kesulitan-kesulitan dalam berdakwah di jalan Allah dan juga sabar terhadap gangguan manusia. Dia menanggung kesulitan-kesulitan dakwah itu semata-mata karena Allah. Apabila terpenuhi keempat tingkatan tersebut maka ia akan termasuk sebagai orang yang Rabbani. Maka, para Salafush Shalih bersepakat bahwa seseorang tidak dapat disebut sebagai seorang yang Rabbani sampai ia dapat mengetahui kebenaran, mengamalkannya dan mengajarkannya. Oleh karena itu orang yang berilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya, maka ia akan disanjung di sisi para Malaikat-Nya.

Kedua: Jihaadus Syaithaan (Jihad Melawan Syaithan)
Jihad jenis ini ada dua tingkatan:

1. Berjihad untuk membentengi diri dari serangan syubhat dan keraguan yang dapat merusak iman.
2. Berjihad untuk membentengi diri dari serangan keinginan-keinginan yang merusak dan syahwat.

Tingkatan Jihadusy Syaithan yang pertama akan ada sesudah adanya keyakinan dan pada tingkatan yang kedua akan ada sesudah adanya kesabaran.

Allah al-Haafizh berfirman:

"Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” [As-Sajdah: 24]

Allah mengabarkan bahwa kepemimpinan dalam agama hanya dapat diperoleh dengan sabar dan yakin. Sabar itu akan dapat menolak syahwat dan keinginan-keinginan yang merusak. Sedangkan yakin akan dapat menolak dari keraguan dan syubhat.

Ketiga: Jihaadul Kuffaar wal Munaafiqiin
Pada jihad ini terdapat empat tingkatan:

1. Jihad dengan hati.
2. Jihad dengan lisan.
3. Jihad dengan harta.
4. Jihad dengan jiwa

Jihadul Kuffar (jihad melawan orang-orang kafir) lebih khusus (konteksnya dilakukan) dengan tangan (kekuatan), sedangkan Jihadul Munafiqin (jihad melawan orang-orang munafiq) lebih khusus (konteksnya dilakukan) dengan (kekuatan) lisan.

Allah Ta’ala berfirman:

“Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah Neraka Jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” [At-Taubah: 73] [21]

Keempat: Jihaad Arbaabizh Zhulm wal Bida’ wal Munkaraat (Jihad Melawan Tokoh-Tokoh yang Zhalim, Pelaku Bid’ah dan Kemungkaran)

Pada jihad ini terdapat tiga tingkatan:

1. Dengan tangan apabila sanggup.
2. Apabila tidak sanggup maka dengan lisan.
3. Apabila tidak sanggup maka dengan hati.

Demikianlah tiga belas tingkatan dari jihad.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Barangsiapa meninggal dunia sedang ia tidak pernah ikut berperang dan ia juga tidak terbetik dalam benaknya untuk berperang, maka matinya termasuk dalam satu cabang kemunafikan.” [22]

Jihad harus dilaksanakan bersama ulil amri, baik ulil amri itu baik ataupun jahat.


_________
Foote Note
[1]. Lihat at-Taubah:120-121.
[2]. Lihat ash-Shaaf: 10-13
[3]. Lihat at-Taubah: 19-21.
[4]. Lihat at-Taubah: 52.
[5]. Lihat Ali ‘Imran: 142.
[6]. Lihat Ali ‘Imran: 169-171.
[7]. HR. Al-Bukhari (no. 2785), Muslim (no. 1878), at-Tirmidzi (no. 1619) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.
[8]. HR. Al-Bukhari (no. 2790) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
[9]. HR. Al-Bukhari (no. 3024-3025) dari Sahabat ‘Abdullah bin Abi ‘Aufa Radhiyallahu ‘anhu
[10]. HR. At-Tirmidzi (no. 1663), Ibnu Majah (no. 2799) dan (Ahmad IV/131) dari Sahabat Miqdam bin Ma’di al-Kariba Radhiyallahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”
[11]. HR. Bukhari (no. 2792), Fat-hul Baari (VI/13-14) dari Sahabat Anas bin Malik.
[12]. HR. Muslim (no. 1887) dan Tirmidzi (no. 3011) dari Sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu
[13]. HR. Muslim (no. 1886) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu at-Tirmi-dzi (no. 1640), dari Sahabat Anas Radhiyallahu ‘anhu, shahih.
[14]. Lihat Tafsiiruth Thabari (II/200).
[15]. HR. Al-Bukhari (no. 25) dan Muslim (no. 22) dari Sahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma
[16]. Lihat Tafsiir al-Qurthubi (II/236), cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyah.
[17]. Lihat Taisiirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan (hal. 89), Mu-assasah ar-Risalah, cet. I, th. 1420 H.
[18]. Muhimmatul Jihad oleh ‘Abdul Aziz bin Rais ar-Rais, th. 1424 H.
[19]. Lihat Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ‘Ibaad (III/10-11), Muassasah ar-Risalah, cet. XXV/th. 1412H.
[20]. Lihat QS. Al-Baqarah: 159 dan 174.-Pent.
[21]. Lihat juga QS. At-Tahrim: 9
[22]. HR. Muslim (no. 1910), Abu Dawud (no. 2502), an-Nasa-i (VI/8), Ahmad (II/374), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
[23]. Lihat Mujmal Masaailil Iman wal Kufri al-‘Ilmiyyah fii Ushulil Aqidah as-Salafiyyah point 8 tentang Jihad fii Sabilillaah (hal. 57-60).

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan

Kritik dan Sarannya tafadhol

Blog Sahabat Sunnah