Pendekar Sunnah - Abu Fajri Khusen's Blog

Sabtu, 26 Desember 2009

KHUSUS DEWASA ... 3

MALAM PERTAMA DAN ADAB BERSENGGAMA - 3

• Haram hukumnya menyebarkan rahasia rumah tangga dan hubungan suami isteri.

Setiap suami maupun isteri dilarang menyebarkan rahasia rumah tangga dan rahasia ranjang mereka. Hal ini dilarang oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan, orang yang menyebarkan rahasia hubungan suami isteri adalah orang yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya pada hari Kiamat adalah laki-laki yang bersenggama dengan isterinya dan wanita yang bersenggama dengan suaminya kemudian ia menyebarkan rahasia isterinya.” [23]

Dalam hadits lain yang shahih, disebutkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan kalian lakukan (menceritakan hubungan suami isteri). Perumpamaannya seperti syaitan laki-laki yang berjumpa dengan syaitan perempuan di jalan lalu ia menyetubuhinya (di tengah jalan) dilihat oleh orang banyak…” [24]

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullaah berkata, “Apa yang dilakukan sebagian wanita berupa membeberkan masalah rumah tangga dan kehidupan suami isteri kepada karib kerabat atau kawan adalah perkara yang diharamkan. Tidak halal seorang isteri menyebarkan rahasia rumah tangga atau keadaannya bersama suaminya kepada seseorang.

Allah Ta’ala berfirman:

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

"Artinya : “Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).” [An-Nisaa' : 34]

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah laki-laki yang bersenggama dengan isterinya dan wanita yang bersenggama dengan suaminya, kemudian ia menyebarkan rahasia pasangannya". [25]

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka At-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
__________
Foote Note
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2160), Ibnu Majah (no. 1918), al-Hakim (II/185) dan ia menshahihkannya, juga al-Baihaqi (VII/148), dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhuma. Lihat Adabuz Zifaf (hal. 92-93)
[2]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (X/159, no. 30230 dan ‘Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (VI/191-192). Lihat Adabuz Zifaf fis Sunnah al-Muthahharah (hal. 94-97), cet. Darus Salam, th. 1423 H.
[3]. Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (VI/191, no. 10460, 10461).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (VI/438, 452, 453, 458). Lihat Adabuz Zifaf fis Sunnah al-Muthahharah (hal. 91-92), cet. Darus Salam, th. 1423 H.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 141, 3271, 3283, 5165), Muslim (no. 1434), Abu Dawud (no. 2161), at-Tirmidzi (no. 1092), ad-Darimi (II/145), Ibnu Majah (no. 1919), an-Nasa-i dalam ‘Isyratun Nisaa' (no. 144, 145), Ahmad (I/216, 217, 220, 243, 283, 286) dan lainnya, dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma.
[6]. Pelana adalah kata kiasan untuk isteri. Yang dimaksud ‘Umar bin al-Khaththab adalah menyetubuhi isteri pada kemaluannya tetapi dari arah belakang. Hal ini karena menurut kebiasaan, suami yang menyetubuhi isterinya berada di atas, yaitu menunggangi isterinya dari arah depan. Jadi, karena ‘Umar menunggangi isterinya dari arah belakang, maka dia menggunakan kiasan “membalik pelana”. (Lihat an-Nihayah fii Ghariibil Hadiits (II/209))
[7]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/297), an-Nasa-i dalam ‘Isyratun Nisaa' (no. 91) dan dalam Tafsiir an-Nasa-i (I/256, no. 60), at-Tirmidzi (no. 2980), Ibnu Hibban (no. 1721-al-Mawarid) dan (no. 4190-Ta’liiqatul Hisaan ‘ala Shahiih Ibni Hibban), ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (no. 12317) dan al-Baihaqi (VII/198). At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.” Hadits ini dishahihkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fat-hul Baari (VIII/291).
[8]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thahawi dalam Syarah Ma’anil Aatsaar (III/41) dan al-Baihaqi (VII/195). Asalnya hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari (no. 4528), Muslim (no. 1435) dan lainnya, dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhuma. Lihat al-Insyirah fii Adabin Nikah (hal. 48) oleh Abu Ishaq al-Huwaini.
[9]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (308 (27)) dan Ahmad (III/28), dari Shahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallaahu ‘anhu.
[10]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 219), an-Nasa-i dalam Isyratun Nisaa' (no. 149), dan yang lainnya. Lihat Shahih Sunan Abi Dawud (no. 216) dan Adabuz Zifaf (hal. 107-108).
[11]. Maksudnya isyarat dalam mengajak kepada hawa nafsu.
[12]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1403), at-Tirmidzi (no. 1158), Adu Dawud (no. 2151), al-Baihaqi (VII/90), Ahmad (III/330, 341, 348, 395) dan lafazh ini miliknya, dari Shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhuma. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (I/470-471).
[13]. Syarah Shahiih Muslim (IX/178).
[14]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2777) dan Abu Dawud (no. 2149).
[15]. Jangan bercampur dengan isteri pada waktu haidh.
[16]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3904), at-Tirmidzi (no. 135), Ibnu Majah (no. 639), ad-Darimi (I/259), Ahmad (II/408, 476), al-Baihaqi (VII/198), an-Nasa-i dalam ‘Isyratun Nisaa' (no. 130, 131), dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
[17]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ibnu Adi dari ‘Uqbah bin ‘Amr dan dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2162) dan Ahmad (II/444 dan 479). Lihat Adaabuz Zifaf fis Sunnah al-Muthahharah (hal. 105).
[18]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 264), an-Nasa-i (I/153), at-Tirmidzi (no. 136), Ibnu Majah (no. 640), Ahmad (I/172), dishahihkan oleh al-Hakim (I/172) dan disetujui oleh Imam adz-Dzahabi. Lihat Adabuz Zifaf (hal. 122)
[19]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 302), Abu Dawud (no. 257), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Adabuz Zifaf (hal. 123).
[20]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 222, 223), an-Nasa-i (I/139), Ibnu Majah (no. 584, 593) dan Ahmad (VI/102-103, dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 390) dan Shahiihul Jaami’ (no. 4659).
[21]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 288), Muslim (no. 306 (25)), Abu Dawud (no. 221), an-Nasa-i (I/140). Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 4660).
[22]. Lihat Adabuz Zifaf hal. 109.
[23]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (no. 17732), Muslim (no. 1437), Abu Dawud (no. 4870), Ahmad (III/69) dan lainnya. Hadits ini ada kelemahannya karena dalam sanadnya ada seorang rawi yang lemah bernama ‘Umar bin Hamzah al-‘Amry. Rawi ini dilemahkan oleh Yahya bin Ma’in dan an-Nasa-i. Imam Ahmad berkata tentangnya, “Hadits-haditsnya munkar.” Lihat kitab Mizanul I’tidal (III/192), juga Adabuz Zifaf (hal. 142). Makna hadits ini semakna dengan hadits-hadits lain yang shahih yang melarang menceritakan rahasia hubungan suami isteri.
[24]. Diriwayatkan oleh Ahmad (VI/456-457).
[25]. Fataawaa al-Islaamiyyah (III/211-212).

http://www.almanhaj.or.id/content/2185/slash/0

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan

Kritik dan Sarannya tafadhol

Blog Sahabat Sunnah