ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Assalaamu 'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.Alhamdulillah, ditengah-tengah kesibukan kami, saya sempatkan untuk melanjutkan kajian tafsir kita. Pembahasan tentang ar-rahman dan ar-rahiim sebetulnya telah kita bahas pada tafsir basmalah, namun disini ada beberapa fawaid yang perlu kita ketahui.
minimal kita mendapatkan 9 fawaid lagi dari ayat ini, diantaranya :
1. Keseimbangan antara targhib (anjuran) dan tarhib (peringatan).
Al- Qur'thubi berkata, "Allah menyifati diri-Nya dengan ar-Rahman ar-Rahim, setelah Rabbul 'alamin, sebagai bentuk targhib sesudah menyebutkan tarhib. Konteks seperti ini juga disebutkan dalam firman-Nya yg lain : "Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Akulah yg Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Al Hijr: 49-50).
Juga firman-Nya : "Sesungguhnya Rabb-mu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia Mahapengampun lagi Mahapenyayang." QS. Al An'am : 165.
Al-Qurthubi melanjutkan: "ar-Rabb merupakan peringatan, sedangkan ar-Rahman ar-Rahim merupakan anjuran. Dalam Shahih Muslim, disebutkan hadits dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
لو يعلم المؤمن ما عند الله من العقوبة ما طمع في جنته أحد ولو يعلم الكافر ما عند الله من الرحمة ما قنط من رحمته أحد
"Seandainya seorang Mu'min mengetahui siksaan yg ada pada sisi Allah, niscaya tidak seorangpun yg bersemangat untuk meraih Surga-Nya. Dan seandainya orang kafir mengetahui rahmat yg ada disisi Allah, niscaya tidak akan ada seorang pun yg berputus asa untuk mendapatkan rahmat-Nya."
2. Nama Allah ar-Rahman juga mengandung makna suka memberikan kebaikan, bersifat dermawan, dan suka berbuat kebajikan (lihat al-Fawa’id, hal. 21)
3. Penetapan bahwa Allah memiliki nama, yang di antaranya adalah dua nama ini; ar-Rahman dan ar-Rahim. Nama ar-Rahman mengandung sifat kasih sayang pada diri-Nya. Adapun nama ar-Rahim mengandung perbuatan Allah yang merahmati hamba-hamba-Nya (lihat Tafsir Juz ‘Amma Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 10)
4. Di dalam ayat ini terkandung salah satu pilar ubudiyah yaitu roja’/harapan. Maksudnya dengan merenungi kandungan ayat ini maka seorang hamba akan senantiasa mengharapkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala. Sebab apabila Allah itu adalah sosok yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, maka tentu saja rahmat/kasih sayang-Nya sangatlah diharapkan (lihat Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 18)
5. Ayat ini -sebagai kelanjutan dari ayat sebelumnya- menunjukkan bahwa rububiyah Allah itu dilandasi dengan sifat kasih sayang yang sangat luas, bukan rububiyah yang dibangun di atas sifat suka menyiksa dan menghukum (lihat Tafsir Juz ‘Amma Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 10)
6. Seorang hamba akan bisa meraih kebahagiaan dengan mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah ta’ala. Karena dengan mengenali keindahan dan keagungan nama-nama dan sifat-sifat-Nya maka dia akan bisa menyempurnakan kekuatan ilmunya (lihat al-Fawa’id, hal. 20)
7. Nama ar-Rahman menunjukkan rahmat Allah yang maha luas dan mencakup seluruh makhluk. Oleh sebab itu ketika berbicara tentang kemuliaan diri-Nya yang ber-istiwa/tinggi menetap di atas Arsy -sementara Arsy itu meliputi semua makhluk- maka Allah menyebut dirinya dengan nama yang memiliki kandungan sifat yang paling luas pula yaitu ar-Rahman. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “ar-Rahman istiwa’ di atas Arsy.” (QS. Thaha: 5). Di sisi lain, Allah juga berfirman (yang artinya), “Rahmat-Ku luas mencakup segala sesuatu.” (QS. al-A’raaf: 56). (lihat adh-Dhau’ al-Munir fi at-Tafsir [1/60])
8. Konsekuensi dari sifat rahmah/kasih sayang yang terdapat dalam nama ar-Rahman, adalah Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab untuk membimbing manusia demi kebahagiaan hidup mereka. Perhatian Allah untuk itu jelas lebih besar daripada sekedar perhatian Allah untuk menurunkan hujan, menumbuhkan tanam-tanaman dan biji-bijian di atas muka bumi ini. Tetesan air hujan akan membuahkan kehidupan tubuh jasmani bagi manusia. Adapun wahyu yang dibawa oleh para rasul dan terkandung di dalam kitab-kitab merupakan sebab hidupnya hati mereka (lihat at-Tafsir al-Qayyim, hal. 8).
9. Berangkat dari faedah terakhir di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa orang yang ingin mendapatkan rahmat Allah yang sempurna di dunia dan di akherat maka dia harus tunduk kepada syari’at Rasul yang diutus kepadanya. Sehingga pada jaman sekarang ini -setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- siapa saja yang ingin masuk surga dia harus tunduk kepada ajaran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah ada seorang pun di antara umat ini yang mendengar kenabianku, entah dia beragama Yahudi atau Nasrani, kemudian dia meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada ajaranku, melainkan dia pasti termasuk golongan penduduk neraka.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, lihat Syarh Muslim [2/243]). Maka tidak ada pertentangan sama sekali antara sifat kasih sayang Allah dengan dimasukkannya orang kafir ke dalam neraka. Wallahu a’lam.
Maraji'
- Tafsir Ibnu Katsir , penerbit Pustaka Imam asy-Syafi'i
- abumushlih.com
- Tafsir Juz ‘Amma Syaikh Ibnu Utsaimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan