Imam Muhammad ibnu Daud berkata, “Kami telah menuturkan beberapa pendapat penyair mengenai cinta bahwa cinta pada mulanya terjadi dari penglihatan dan pendengaran. Kemudian bila Allah menghendaki kita dibuat untuk dapat selalu mengingat-ingat apa yang mungkin diakibatkan oleh pendengaran dan penglihatan. Lantas kenapa bisa terjadi cinta dan bagaimana? Bagi orang awam keberadaan cinta tidak terlalu menjadi perhatian mereka, sedangkan bagi orang-orang yang ahli mereka selalu mempertanyakan sebab-musababnya. Dari Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Salam beliau bersabda:
"Ruh-ruh adalah seperti layaknya tentara perang yang disiagakan, maka apabila saling mengenal (saling pengertian dengannya) akan terjalin sebuah hubungan yang harmonis (kekompakan), sedang apabila saling mengingkari maka akan tercerai berai."
Seorang penyair berkata:
Aku membawa segunung cinta untukmuSedang aku sesungguhnya tidak mampu membawa jubah dan aku begitu lemah
Cinta bukanlah bagian dari kebaikan dan tenggang rasaAkan tetapi cinta adalah sesuatu yang karenanya jiwa terbebani dengan beban yang berat."
Beliau berpendapat bahwa cinta yang hakiki adalah tidak berpikir untuk mencintai selain kekasihnya dan tidak mengharap ketenangan kecuali dari orang yang telah menyiksanya.
Beliau juga berkata, “Jika seorang kekasih bersabar dengan ujian dari kekasihnya, maka hal yang demikian itu adalah sebuah keberuntungan yang besar dan kesadaran yang agung. Bagaimana tidak, jika sepasang kekasih yang hatinya bersih yang dimulai dengan penyamaan karakter, kemudian harus berhadapan dengan batasan-batasan dari etika agama, lalu diuji dengan menjalani serangkaian ujian dan cobaan, maka sepasang kekasih akan sampai pada keadaan dimana harapan terdekatnya akan menjadi sebuah kenyataan.”
Cinta Menurut Imam ibnu Hazm
Imam ibnu Hazm berkata, “Cinta adalah sesuatu yang permulaannya seperti sebuah senda gurau dan akhirnya adalah merupakan keseriusan. Karena keagungannya, arti cinta sangat rumit untuk digambarkan. Engkau tidak akan dapat menemukan hakikatnya kecuali setelah bersusah payah (dengan pengorbanan). Sementara orang-orang telah berbeda pandangan mengenai hakikat cinta yang sebenarnya, mereka berkata kesana-kemari. Menurut pendapat saya (Imam ibnu Hazm), cinta adalah pertautan antar bagian-bagian jiwa yang terbagi pada asal unsurnya yang luhur. Kita pun telah tahu bahwa rahasia mengenai percampuran dan perbedaan pada segala penciptaan sesungguhnya adalah suatu pertemuan dan pemisahan unsur-unsur yang terdapat dalam jiwa dan raga".
Beliau juga mengatakan, "Sesuatu akan saling tarik menarik dengan persamaannya (sesuatu yang sesuai dengannya). Persesuaian yang di maksudkan bukanlah persesuaian dalam bentuk etika, akan tetapi mengecualikan dari semua itu pada sebuah cinta yang sejati, yang mantap bersemayam di dalam jiwa," menurutnya sambil memberikan tekanan terhadap perkataannya, "Cinta itu adalah cinta yang tidak akan hilang kecuali dengan datangnya ajal."
Selanjutnya Imam Ibnu Hazm berkata, "Dengan demikian, adalah benar adanya jika sesungguhnya cinta adalah kesepakatan rohani dan pencampuran jiwa. Ada seseorang yang mengatakan, ‘Jika memang demikian maka cinta antara sepasang kekasih itu adalah hal yang sama seimbang karena kedua bagian saling berhubungan satu sama lain dan keberuntungan mereka berdua pun adalah satu. Artinya bahwa di sana ada semacam sanggahan bagi orang yang yang mengatakan bahwa mereka yang saling mencintai tidak sama tingkat kecintaan mereka satu sama lain.' Dapat kita katakan bahwa memang sanggahan ini dapat dibenarkan, akan tetapi jiwa seseorang yang tidak mencintai orang yang mencintainya bagaikan orang yang pada berbagai arah dikelilingi dengan berbagai masalah yang membuat hatinya tertutup dan penutup yang melingkupinya itu berasal dari karakter-karakter yang bersifat duniawi. Jika sebuah cinta itu bersih atau telah mampu keluar dari berbagai ketergantugan dunia, maka akan dirasakan kesetaraan berhubungan dan percintaan. Jiwa seorang pencinta yang tidak disibukkan dengan kepentingan duniawi yang menghalanginya untuk mencintai orang yang dicintai, sebenarnya ia tahu tempat dimana mereka dapat saling berbagi dalam kedekatan. Ia akan senantiasa berusaha, bertekad mencari dan bersemangat untuk bertemu, dan ia akan selalu tertarik kepada tempat dimana mereka berdua dapat saling berbagi, hingga kalau mungkin digambarkan seperti layaknya daya tarik magnet dengan besi yang mempunyai kekuatan saling tarik yang begitu kuat. Maka kekuatan esensi magnetis yang bertemu dengan kekuatan esensi besi - baik dari kekuatan yang dimilikinya ataupun kemurniannya - tidak akan bisa berhasil mencapai tujuan untuk membuat sebuah besi bisa menjadi bagian dari terbentuknya dan masuk dalam unsurnya (artinya bahwa kekuatan magnetis tidak akan menjadikan magnet tersebut berubah fungsi menjadi sebuah besi meskipun ia termasuk dalam jenisnya). Demikian halnya dengan tenaga besi – karena memiliki kekuatan tersendiri – ia bermaksud untuk menjadikan dirinya seperti sebuah magnet karena sebuah pergerakan selamanya terjadi dari sesuatu yang lebih kuat (artinya, yang lebih kuat dalam mencintai itulah yang akan bergerak kepada orang yang dicintainya). Seperti api yang timbul karena gesekan batu, ia tidak akan menampakkan kekuatan api saat bersentuhan kecuali setelah digesekkan (artinya pergesekan yang kuat antara dua batu hingga muncul suatu percikan api darinya). Jika hal itu tidak terjadi maka api itu akan tetap tersembunyi dalam batu itu, tidak terlihat dan tidak pula tampak. Termasuk dalil dari hal ini juga adalah bahwa engkau tidak akan menemukan dua orang yang saling mencintai, kecuali memang diantara mereka berdua saling membangun dan memiliki kesamaan sifat dan karakter. Hal ini merupakan suatu keharusan, walaupun masih dalam kadar yang minim. Ketika ditemukan banyak sekali kemiripan maka akan bertambahlah kesamaan dan semakin kuat rasa sayang. Atau ketika antara sifat mereka berdua semakin hari semakin menemukan kesamaan secara psikologis, maka akan bertambahlah kedekatan dan kadar kekuatan kasih sayang antara mereka.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
“Ruh-ruh adalah seperti layaknya tentara yang disiagakan, jika terjalin pengertian maka akan terjadi kekompakan, sedang jika terjadi pengingkaran maka akan tercerai berai.” "
Jika teori Imam ibnu Hazm hanya berhenti sampai batas penafsirannya yang berhubungan dengan ruh-ruh para pecinta dengan sebuah persesuaian yang ada dalam jati diri mereka masing-masing, maka hal ini dipandang telah mampu untuk mendapatkan banyak sekali keterangan secara teoritis dan juga hal itu sangat dekat dengan teks-teks (Nash Al Qur’an atau Hadits) yang dibuat sebagai argumen. Sedangkan sebuah cerita yang mengatakan bahwa sebuah bagian sebenarnya telah bertemu dengan bagian yang lain sebelum kemunculannya dalam dunia nyata, adalah suatu perkara yang tidak berdasar sama sekali dan tidak ada dalilnya baik secara naqli maupun aqli. Perkara seperti ini adalah perkara keyakinan yang mengharuskan adanya dalil dari teks agama.
Kemudian Imam Ibnu Hazm berkata, ”Sedang kenyataan yang selalu saja meletakkan cinta pada bentuk yang indah dalam banyak hal (artinya cerita bahwa cinta senantiasa terdapat dalam tampilan yang indah), pada dasarnya adalah karena jiwa yang baik akan terpesona dengan segala sesuatu yang baik dan akan condong kepada tampilan yang sempurna, maka jika ia melihat bagian dari dirinya ada pada orang lain, maka hatinya pun akan tertancap di sana. Demikian juga jika jiwa dapat melihat bahwa dibalik kecantikan terdapat sesuatu yang sesuai dengan bentuk jiwanya dan karakter kejiwaannya, maka jiwa itu akan tertaut dan membenarkan cinta yang sesungguhnya. Namun jika di balik kecantikan itu ia tidak menemukan sesuatu yang sesuai dengan jiwanya, maka cintanya tidak akan melewati batas cinta yang sejati atau hanya sebatas sebuah gambar. Inilah yang dinamakan syahwat. Artinya jika memang di balik kecantikan orang lain tidak didapati sesuatu yang sesuai dengan sifat-sifat kejiwaan seseorang, maka rasa cinta yang timbul hanya sebatas rasa cinta terhadap kecantikan luar, oleh karena itu hubungannya hanya sekedar ketertarikan seksual dan bukan sebuah cinta."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan