Segala puji hanyalah bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, semoga shalawat dan salam atas nabi terakhir Muhammad Shalallahu 'alaihi wa salam, tidak ada nabi setelah beliau Shalallahu 'alaihi wassalam. semoga shalawat dan salam atas beliau, keluarga beliau, shahabat beliau dan orang – orang yang mengikuti sunnah (jalan) beliau sampai akhir zaman.
Amma Ba'du, (adapun selanjutnya)
Kita lanjutkan pembahasan kita yakni kitab ” Al Mabaadi Al-Mufidah fit-Tauhidi wal-Fiqih wal-Aqidah” karya Syaikh Yahya bin Ali Al-Hajuri semoga Allah menjaga nya. Sebelumnya masuk kedalam permasalahan kitab ini, saya akan menambahkan beberapa hal yang penting. Diantara nya Definisi Tawassul, Pembagian Tawasul dan Hadits Lemah, Palsu dan Tidak ada asal usulnya tentang Tawassul.
Perlu kita ketahui, pembahasan sangat perlu kita ketahui. Karena akar kemusyrikan pada zaman Nabi Nuh Alaihissalam adalah bertawassul kepada orang yang shaleh yang sudah mati.
Dan ini ceritakan Allah Subhanahu wa Ta’ala didalam firman-Nya.
”Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr." [Q.S 71 Nuh ayat 23]
Para ulama ahli tafsir –semoga Allah merahmati mereka- menyebutkan bahwa wadd, suwwa’, yaghuts, ya’uq, dan nasr ini adalah 5 orang alim, pada zaman nya. Sehingga setelah mati, maka setan membisikkan kepada masyarakat untuk membuat patung, untuk mengenang nya. Setelah generasi selanjutnya, maka dibisikkan lagi untuk menyembah, dan akhir nya mereka menyembah, dan mereka berdalil hal ini sebagai wasilah atau perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka jangan heran jika dinegara ini ada kuburan disembah, atau meminta – minta kepada yang mati. Karena pada zaman dahulu hal ini sudah ada. Akan tetapi jumlah pada zaman dahulu lebih sedikit dibandingkan dengan sekarang. Hampir disetiap daerah mempunyai wali atau perantara nya masing – masing. (Semoga Allah melindungi kita dari kesyirikan ini). Dan juga tidak perlu heran, dengan ada nya wali songo, sebagaimana yang diangung – agungkan sehingga kuburan mereka disembah dan diminta. Hal ini juga sudah terjadi pada zaman Nabi Nuh Alaihissalam.
Dalil mereka satu, yakni mengedepankan akal dan hawa nafsu. Jika kita melarang mereka, maka mereka berkata : "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." [Q.S Az-Zumar ayat 3]
Semoga Allah melindungi kita dari kesyirikan ini. Kalau seperti itu mereka berkata, lalu apa beda nya mereka dengan kaum Musyirikin pada zaman dahulu.
Maka dari itu, wahai saudara ku semoga Allah merahmati mu. Maka perhatikan masalah ini dengan baik – baik dan hendaknya kita ulang – ulang dan dihafalkan pembahasan ini. Semoga bermanfaat, bagi saya dan antum sekalian.
A. Definisi Tawassul
Tawassul secara bahasa, ialah mendekat kepada sesuatu dengan sesuatu yang lain. Diantaranya, seseorang mendekatkan diri kepada yang lain nya dengan melakukan perbuatan tertentu, hadiah tertentu, pendekatan dan selain nya agar mendapatkan apa yang di inginkan nya.
Tawassul secara istilah memiliki dua definisi.
Pertama : Definisi umum yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan segala perintah dan menjauhi segala larangan.
Kedua : Defini khusus dalam bab doa, yaitu seseorang berdoa menyebutkan dalam doanya apa yang diharapkan nya bisa menjadi sebab doanya dikabulkan, atau meminta kepada orang shalih yang masih hidup untuk mendoakan nya.
B. Pembagian Tawassul
Tawassul terbagi menjadi dua :
Pertama : Tawassul yang disyariatkan atau Tawassul yang dibolehkan.
Kedua : Tawassul yang menyimpang atau Tawassul yang Bid’ah.
Yang pertama akan diterangkan oleh Syaikh hafizhullah, dan setelah itu akan kami terangkan tawassul yang menyimpang.
Kita masuk kedalam pembahasan kitab.
BAB : TAWASSUL
Asy-Syaikh Yahya bin Ali Al-Hajuri hafizhullah berkata :
42] Jika seseorang bertanya kepadamu; “Ada berapa jenis tawasul yang diperbolehkan?”
Katakanlah : Ada tiga jenis tawasul :
1. Tawasul melalui nama dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala .
Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu.” (QS Al-A’raf [7] : 180)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh". (QS An-Naml [27] : 19)
2. Seorang hamba bertawasul dengan amal shalihnya.
Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“(Yaitu) orang-orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka," (QS Al-Imran [3] : 16)
Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)". (QS Al-Imran [3] : 53)
Dan dari Sunnah terdapat hadits mengenai tiga orang laki-laki yang terkurung di dalam gua karena batu besar (menutupi mulut gua). Setiap seorang dari mereka bertawasul kepada Allah dengan (menyebutkan) amal shalihnya (Shahih : Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
3. Bertawasul melalui doa orang shalih (yang masih hidup).
Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu dimana dia berkata: “Suatu ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam sedang berkhotbah ketika seseorang datang kepadanya dan berkata: “Ya Rasulullah kita kekeringan, berdoalah kepada Allah agar Dia mengirimkan hujan kepada kita.” Maka beliau Shallallahu’alaihi wa sallam pun berdoa dan hujan kemudian turun.”
KESIMPULAN :
Jadi tawassul yang dibolehkan itu ada 3 :
Pertama : Bertawassul dengan nama dan shifat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Caranya, berdoa kepada Allah dengan menyebut semua nama Allah, misalnya mengucapkan, ”Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan nama – nama Mu yang indah agar Engkau mengampuniku.”
Atau berdoa kepada Allah dengan menyebut salah satu nama-Nya sesuai dengan permohonan nya, seperti, ”Ya Allah, ya Rahman (Yang Maha Pengasih), Kasihilah aku!” atau mengucapkan, ”Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu bahwa Engkau adalah ar-Rahman ar-Rahim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) agar Engkau mengasihiku.”
Kedua : Bertawassul dengan amal shaleh kita.
Contoh : Seseorang mengucapkan dalam doanya, “Ya Allah, sesungguhnya aku berpuasa Ramadhan karena mengharapkan wajah-Mu, maka karuniakanlah kepada ku kebahagiaan di dunia dan akhirat.”
Ketiga : Bertawassul dengan orang shalih yang masih hidup dengan harapan doa mereka dikabulkan. Bukan bertawassul atau meminta kepada orang telah mati atau meminta kepada orang yang tidak ada ditempatnya. Karena hal itu yakni meminta kepada orang yang sudah mati, baik itu para Nabi atau Rasul atau orang Shalih adalah kesyirikan. Dan inilah akar kesyirikan kaum Nabi Nuh Alaihissalam, dimana mereka meminta pertolongan atau berdoa kepada Allah melalui perantara orang yang sudah mati. Semoga Allah menjaga kita dari kesyirikan ini. Begitu juga meminta pertolongan kepada orang yang tidak ada dihadapan nya.
Bertawassul dengan orang shalih yang masih hidup caranya memohon kepada seorang Muslim yang masih hidup agar mendoakan kebaikkan atau ampunan untuk kita.
Sebagaimana ucapan anak – anak Ya’qub Alaihissalam kepadanya :
“Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa – dosa kami. Sesungguhnya kami adalah orang bersalah (berdosa).” [Q.S Yusuf 97]
Mohon Diperhatikan sekali lagi, bertawassul dengan doa orang yang shalih itu adalah kepada orang shalih atau ulama yang masih hidup, bukan yang sudah mati. Barangsiapa yang meminta – minta kepada orang yang sudah mati. Maka dia telah terjatuh kepada kesyirikan. Perhatikan masalah ini. Semoga Allah menjaga kita dari kesyirikan.
Jika kita sudah mengetahui tawassul yang di syariatkan, maka selanjutnya kita akan membahas tawassul yang sesat atau tawassul yang bid’ah.
C. Tawassul yang diharamkan (Tawassul yang Bid’ah)
1. Bertawassul kepada Allah dengan zat (diri) Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam, hamba shalih, Ka’bah atau hal – hal lain nya yang memiliki kelebihan.
Misalnya seseorang berkata : “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, dengan zat bapak kami Adam Alaihissalam, agar Engkau merahmatiku.”
2. Bertawassul dengan hak Nabi, orang shalih, Ka’bah atau selainnya.
Misalnya seseorang berkata : "Ya Allah, dengan kedudukan Nabi Mu, atau Ya Allah, dengan hak Nabi Mu"
3. Bertawassul dengan kedudukan (jah) Nabi atau hamba shalih atau dengan keberkahan, kemulian, hak kuburnya dan sejenisnya.
Tidak boleh seorang Muslim bertawassul kepada Allah dengan salah satu dari tawassul – tawassul ini. Karena tidak disebutkan dalam satu riwayat pun yang shalih lagi tegas bahwa ada salah seorang sahabat atau tabi’in bertawassul kepada Allah dengan salah satu darinya. Seandainya hal itu suatu kebaikan, niscaya mereka telah mendahului kita. Banyak sekali doa yang dinukil dari mereka, tetapi tidak dijumpai satupun yang mengandung tawassul – tawassul tersebut.
Ini adalah kesepakatan (ijma) para Sahabat Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam dan Tabi’in tentang TIDAK DIBOLEHKAN NYA ATAU TIDAK DISYARIATKAN NYA semua tawassul ini.
Al-Allamah Asy-Syaikh DR. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin (Anggota Majelis Ulama Besar) didalam kitab Tahdzib Tashil al-‘Aqidah al-Islamiyyah setelah menjelaskan masalah diatas, maka beliau berkata : “Adanya kesepakatan para sahabat dan tabi’in yang menyatakan bahwa tawassul – tawassul seperti ini harus ditinggalkan, dituturkan oleh segolongan ulama, diantara adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah didalam Majmu’ al-Fatawa (I/202) dan (27/83, 85, 133). Diharamkan tawassul – tawassul ini atau sebagian nya telah dinyatakan secara tegas oleh segolongan besar para ahli fiqih.”
Bertawassul kepada para wali yang telah mati, kepara orang shalih yang telah mati dan seterusnya. Inilah yang merak dan tersebar dinegara ini. Kita lihat dengan mata kepada kita, hampir setiap hari kita akan menjumpai orang yang berkata : ”Ya Syaikh Abdul Qadir Jailani, sampaikanlah kepada Allah doa kami.....” atau dia berkata ”Ya Wali Songo, sampaikan permintaan kami kepada Allah....” atau dia berkata ”Ya Syaikh Abdul Qadir Jailani, sembuhkanlah penyakit kami.....” atau yang semisalnya. Sangat banyak sekali hal ini tersebar di negara ini. Padahal ini adalah kesyirikan yang nyata. Bagaikan siang bolong. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan.
SOAL : Mungkin timbul pertanyaan didalam benak kita. Kenapa tawassul kepada Nabi atau orang shalih yang telah MATI ini merak atau tersebar ditengah – tengah kita.....?
JAWAB :
Pertama : Ketidaktahuan kita terhadap ilmu Aqidah yang benar, yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah yang Shahih.
Kedua : Minimnya orang yang alim dinegara ini, yang menyebarkan dakwah tauhid ini.
Ketiga : Mengikuti kebiasaan nenek moyang nya tanpa mengetahui dalil atau landasan perbuatan nya.
Itulah sebabnya kenapa banyak nya orang yang meminta – minta kepada kuburan, atau bertawassul dengan Dzat Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Semoga Allah menjaga kita dari kesyirikan ini.
SOAL : Mungkin ada pertanyaan lagi... Bisakah anda sebutkan dalil – dalil yang mereka pegang, sehingga kami bisa mengetahui “Apa landasan mereka melakukan hal itu, padahal itu adalah kesyirikan yang nyata.”
JAWAB : Dengan senang hati akan kami bawakan, Insya’Allah. Akan tetapi tidak semua dalil kami sampaikan disini, karena ada pembahasan tersendiri tentang hadits ini. Para Ulama rahimahullah, sudah menyusun kitab tersendiri tentang masalah ini. Silahkan lihat kitab Imam Al-Albani yang berjudul : ” At-Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu” atau kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang berjudul : ”Qa’idah Al-Jalilah fit Tawassul wal Wasilah” Kedua kitab itu cukup bagi siapa saja yang ingin merujuk kepada nya. Sepengetahuan saya kedua kitab itu sudah diterjemahkan kepada bahasa Indonesia.
Dalil mereka yakni kelompok yang membolehkan bertawassul kepada orang yang telah mati atau kepada para Nabi dan Rasul adalah hadits yang Lemah, hadits Palsu dan hadits yang tidak ada Asal Usulnya. Saya sebutkan yang menjadi dalil mereka yang membolehkan tawassul yang diharamkan itu,
D. HADITS - HADITS YANG LEMAH, PALSU TENTANG TAWASSUL
Hadits Pertama : Yakni hadits yang Batil dan tidak ada Asal Usul nya :
”Bertawassullah dengan kemuliaan ku, karena kemuliaan ku di sisi Allah sangat besar.”
Sebagian orang meriwayatkan dengan lafazh lain.
”Apabila kamu meminta kepada Allah, maka mintalah kepada-Nya dengan kemuliaanku, karena kemuliaan ku di sisi Allah sangat besar.”
Mereka mengira bahwa dua hadits diatas adalah hadits Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Padahal hadits itu adalah BATIL dan TIDAK ADA ASAL USUL NYA.
Al-Allamah Al-Muhaddits Ad-Dunya Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata : “Hadits ini BATIL, tidak ada asalnya sama sekali didalam kitab hadits, diriwayatkan oleh sebagian orang yang tidak mengetahui as-Sunnah.” [Lihat, At-Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu : hal 127, Syaikh Al-Albani]
Hal ini juga telah diperingatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah didalam Al-Qa’idah Al-Jalilah fit Tawassul wal Wasilah hal 168 dan Iqthiqo’ Shiratil Mustaqim (2/783),
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
”Hadits ini DUSTA, dan tidak terdapat didalam kitab – kitab kaum Muslimin yang dijadikan pegang oleh Ahli Hadits dan tidak ada satupun ulama yang menyebutkan hadits tersebut. Padahal kemuliaan Beliau disisi Allah lebih dari kemuliaan seluruh para Nabi dan Rasul.”
Hadits kedua : Yakni hadits yang DUSTA lafazhnya.
"Apabila kamu terbelit suatu urusan, maka hendaknya (engkau meminta bantuan dengan berdo'a) kepada ahli kubur" Atau "Minta tolonglah dengan(perantaraan) ahli kubur".
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata : ”Hadits ini adalah Dusta dan diada – adakan atas nama Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam berdasarkan kesepakatan ulama ahli hadits (ijma’ ulama hadits). Hadits ini tidak diriwayatkan oleh seorangpun dari para Ulama dan tidak ditemukan sama sekali dalam kitab – kitab hadits yang terpercaya.” [Lihat, Majmu’ Fatawa (11/293), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah]
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah juga berkata hal yang sama terhadap hadits diatas, didalam kitab Ighatsatul Lahfaan (1/243) ketika beliau menyebutkan sebab jatuhnya penyembah kuburan kedalam syirik. Silahkan merujuk kepada kitab tersebut.
Hadits yang terakhir, walaupun hadits – hadits didalam masalah ini sangat banyak sekali yang derajatnya PALSU atau DUSTA yang di nisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam secara dusta. Hadits yang lemah (Dhaif). Silahkan merujuk kepada kitab – kitab para ulama tentang masalah ini.
Hadits ketiga : Yakni hadits yang Lemah Sekali.
”Ketika Adam melakukan kesalahan, dia berkata : "Wahai Tuhanku, aku emohon kepadaMu dengan hak Muhammad agar Engkau mengampuniku. Maka Allah berfirman, "Wahai Adam, bagaimana engkau mengenal Muhammad, padahal Aku belum menciptakannya?" Adam berkata, "Wahai Tuhanku, ketika Engkau menciptakanku dengan tanganMu dan Engkau tiupkan ruh ke dalam diriku, aku mengangkat kepalaku, maka aku melihat tiangtiang 'arsy tertuliskan "Laa ilaaha illallah Muhammadun rasulullah", maka aku tahu bahwa Engkau tidak menghubungkan sesuatu kepada namaMu, kecuali makhluk yang paling Engkau cintai", kemudian Allah berfirman, "Aku telah mengampunimu, dan sekiranya bukan karena Muhammad tidaklah aku menciptakan mu.”
[Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim (2/615). Al-Hakim mengatakan : ”Shahul Isnad (Sanadnya kuat)”]
Ini keliru -semoga Allah mengampuni beliau-. Dan pertakataan Imam Al-Hakim rahimahullah ini telah di ingkari oleh sejumlah Ulama Ahli Hadits Diantara mereka adalah Al-Imam Al-Hafizh Adz-Dzahabi rahimahullah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah, dan Al-Allamah Al-Muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah. Sebenarnya beliau sendiri sudah mengingkari hadits ini, akan tetapi Wallahu a’llam kemungkinan besar beliau lupa didalam masalah ini. semoga Allah mengampuni beliau dan mengampuni kita.
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata : ”Aku berkata, bahkan hadits ini Maudhu (PALSU).”
Al-Allamah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata : ”Kesimpulan hadits ini adalah Laa Ashla Lahu (tidak ada asal usulnya) dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam dan tidak salah menghukumi nya dengan (hadits) Batil sebagaimana penilaian dua orang al-Hafizh, (yakni) Adz-Dzahabi dan Al-Asqalani. Sebagaimana yang telah dinukil dari keduanya.” [Lihat, Silsilah Ahadits Adh-Dhaifah (1/40), Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani]
Sebenarnya Imam Al-Hakim sendiri telah Melemahkan Hadits yang diriwayatkan oleh Abdurahman bin Zaid bin Aslam diatas.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : ”Periwayatan Al-Hakim terhadap hadits ini termasuk yang di ingkari oleh para Ulama, karena sesungguhnya Dia (Al-Hakim) sendiri telah berkata dalam kitab Al-Madkhal ilaa Ma’rifatish Shahih Minas Saqim, (Al-Hakim berkata) ”Abdurrahman bin Zaid bin Aslam (salah seorang perawi hadits diatas), meriwayatkan dari ayah nya beberapa hadits Palsu yang dapat diketahui dengan secara jelas oleh pakar ahli hadits yang menelitinya bahwa dialah yang membuat hadits – hadits tersebut.” (Aku yakni Ibnu Taimiyah berkata) : ”Dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam adalah perawi yang Lemah (Dhaif) dan banyak melakukan kesalahan sebagaimana kesepakatan ahli hadits.” [Lihat, Qa’idah Jalilah fit Tawassul hal 69]
Dari penjelasan Imam Al-Hakim sendiri dapat kita ketahui bahwa beliau lupa didalam masalah ini sehingga beliau mengatakan SHAHUL ISNAD. Padahal beliau sendiri telah melemahkan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. Semoga Allah mengampuni kita dan mengampuni beliau dan mengampuni ulama – ulama yang lain nya.
Demikian saja, semoga bermanfaat.
سبحانك الّلهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلاّ أنت أستغفرك وأتوب إليك
وصلّى الله على محمّد وعلى آله وصحبه وسلّم
وآخردعوانا :
أن الحمدلله ربّ العلمين
Ditulis :
Padang, Jumat : 20 Rajab 1431 H / 2 Juli 2010 M
Disempurnakan, Sabtu Malam : 13 Sya’ban 1431 H / 24 Juli 2010 M
Prima Ibnu Firdaus Ar-Arani (Abu Abdullah)
Semoga Allah mengampuni kami, kedua orangtua kami, keluarga kami, guru – guru kami dan kaum Muslimin seluruhnya.
Bagi teman – teman yang ingin membaca tentang masalah puasa. Silahkan melihat kedalam forum diskusi. Kami sudah memasukkan nya pada tahun yang lalu tentang FIQIH PUASA ini.
Daftar Tambahan :
1. Kitab Tahdzib Tashil al-‘Aqidah al-Islamiyyah, Al-Allamah Asy-Syaikh DR. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin.
2. Kitab At-Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu, Al-Imam Al-Allamah Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
3. Kitab Kumpulan Hadits, Atsar dan Kisah Dhaif dan Kisah Palsu Seputar Tawassul, Dikumpulkan oleh Ustadz Abu Humaid Abdullah bin Humaid Al-Fallasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan