Pendekar Sunnah - Abu Fajri Khusen's Blog

Selasa, 23 Februari 2010

Dalil-Dalil Ijma Yang Memerintahkan Untuk Mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


C. DALIL-DALIL IJMA' YANG MEMERINTAHKAN UNTUK MENGIKUTI SUNNAH NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM

Umat Islam telah sepakat tentang wajibnya beramal dengan sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih, bahkan yang demikian termasuk memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya. Kaum muslimin menerima As-Sunnah sebagaimana mereka menerima Al-Qur'an, karena As-Sunnah merupakan sumber tasyri' yang disaksikan Allah. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya.

"Artinya : Katakanlah : "Aku tidak mengatakan kepadamu, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah : "Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat ?". Maka apakah kamu tidak memikirkan (nya) ?". [Al-An'aam : 50]

Kaum muslimin sejak masa sahabat Rasulullah, tabi'in, tabi'it-tabi'in, dan generasi sesudahnya sampai hari ini mereka selalu mengembalikan setiap persoalan agama kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, berpegang dengannya serta menjaganya.

Diantara dalil-dalil yang menyatakan bahwa para sahabat dan tabi'in berpegang kepada As-Sunnah, yaitu :

Pertama : Tatkala Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu memegang tampuk khalifah, datang Fatimah binti Muhammad Rasulullah menemuinya untuk menanyakan bagian ayahnya, kemudian ia (Abu Bakar) berkata kepadanya : "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Sesunguhnya Allah apabila memberi makan seorang Nabi lalu ia wafat, maka ia menjadikan sebagai warisan bagi orang sesudahnya. Karena itulah aku memandang bagian ayahmu (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) harus dikembalikan kepada kaum muslimin'. Kemudian Fatimah berkata : 'Engkau lebih mengetahui dari aku tentang apa-apa yang telah engkau dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam" [1]

Dalam riwayat lain Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu berkata : 'Aku tidak akan meninggalkan sesuatupun yang diamalkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam karena aku khawatir bila aku meninggalkan perintahnya aku akan sesat". [2]

Kedua : Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu berdiri di hadapan Hajar Aswad seraya berkata : 'Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau adalah batu, seandainya aku tidak melihat kekasihku (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) menciummu atau menyentuhmu, niscaya aku tidak akan menyentuh dan menciummu". [3]

Ketiga : Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu berkata tentang berdirinya orang-orang ketika jenazah lewat :'Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri, maka kami berdiri, dan beliau duduk, kamipun duduk". [4]

Keempat : Ada orang berkata kepada Abdullah bin Umar : 'Kami tidak mendapati dalam Al-Qur'an tentang cara shalat shafar ?'. Ibnu Umar berkata : 'Sesunguhnya Allah telah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kita yang tadinya kita tidak mengetahui sesuatu Karena itu, kita berbuat (beramal) sebagaimana kita melihat apa yang Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam amalkan'.

Dalam riwayat yang lain ia berkata : "tadinya kita sesat, lalu Allah menunjukkan kita dengan beliau, karena itu kita wajib mengikuti jejak beliau" [5]

Kelima : Datang seorang wanita kepada Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : 'Aku diberi kabar bahwa engkau melarang wanita menyambung rambut ?' Abdullah bin Mas'ud berkata : "Benar" Wanita tersebut berkata : 'Apakah larangan itu ada dalam Kitabullah atau engkau mendengar langsung dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.? Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu menjawab :'Aku mendapatkan larangan itu dalam Kitabullah dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam'!. Wanita tersebut berkata lagi :'Demi Allah, aku telah membaca mushaf Al-Qur'an dari awal hingga akhir, tetapi aku tidak mendapatkan larangan itu'. Ibnu Mas'ud berkata :'Bukankah ada di dalamnya ayat :

"Artinya : ... Apa-apa yang datang dari Rasul, kamu ambil dan apa-apa yang dilarang kamu tinggalkan ..." [Al-Hasyr : 7]

Wanita itu menjawab : Ya" . Selanjutnya Ibnu Mas'ud berkata : 'Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang (dalam lafazh lain melaknat) mencabut bulu dahi, mengikir gigi, menyambung rambut dan mencacah kecuali sakit". [6]

Keenam : Abu Nadhrah meriwayatkan dari sahabat Imran bin Husein, ada seorang datang kepadanya bertanya tentang sesuatu, lalu Imran bin Husein menjawabnya dari Sunnah Nabi, lalu orang yang bertanya tadi berkata : "Jawablah dari Kitabullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, jangan engkau sampaikan selainnya". Imran berkata : "Engkau adalah orang bodoh (tolol) ... Apakah engkau mendapatkan dalam Al-Qur'an shalat zhuhur yang empat rakaat tidak dijaharkan bacaannya, bilangan rakaat, ukuran zakat....?. Kemudian ia berkata lagi : "Apakah engkau mendapatkan semua itu diterangkan dalam Al-Qur'an ?. Ketahuilah Al-Qur'an yang memerintahkan, dan As-Sunnah yang menafsirkan atau menjelaskannya". [7]

Sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh tentang berpegangnya para Sahabat dan Tabi'in terhadap sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang kemudian di ikuti oleh orang-orang sesudahnya. Mutharrif bin Abdullah bin Syikhir (salah seorang dari kalangan tabi'in) pernah ditanya oleh seseorang : "Jangan engkau sampaikan kepada kami melainkan Al-Qur'an saja". Mutharrif berkata : "Demi Allah kami tidak menghendaki ganti dari Al-Qur'an, tetapi kami ingin (menyampaikan) penjelasan dari orang yang lebih mengetahui tentang Al-Qur'an daripada kami, yaitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam [8]. Beliau yang menjelaskan Al-Qur'an, menerapkan dalam taklimnya, menerangkan maksud dan tujuan firman Allah, serta merinci hukum-hukumnya dengan sunnah beliau yang suci. Beliau adalah qudwah bagi kaum muslimin (sampai hari kiamat), oleh karena itu berpeganglah kalian dengan As-Sunnah ini sebagaimana kalian berpegang kepada Al-Qur'anul karim, dan jangalah As-Sunnah ini sebagaimana kalian menjaga Al-Qur'an".

[Disalin dari buku Kedudukan As-Sunnah Dalam Syariat Islam, Bab I : Kedudukan As-Sunnah Dalam Syari'at Islam, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO.Box 264 Bogor 16001, Jawa Barat Indonesia, Cetakan Kedua Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005]

almanhaj.or.id
_________
Foote Note
[1]. Hadits Shahih riwayat Ahmad (I/4), Syaikh Ahmad Muhammad Syakir menshahihkan hadits ini adalam Tahqiq Musnad Imam Ahmad (no. 14)
[2]. Hadits Shahih riwayat Al-Bukhari (no. 3093)
[3]. Hadits Shahih riwayat Al-Bukhari (no. 1597) dan Muslim (no. 1270).
[4]. Hadits Shahih riwayat Ahmad (no. 631, 1094, 1167) tahqiq Ahmad Syakir, Muslim (no. 962 (84), Ibnu Majah (no. 1344) dan Ath-Thayalisy (I/127 no. 145)
[5]. Hadits Shahih riwayat Ahmad (II/66 dan 94 atau no. 5333 dan 5683) tahqiq Ahmad Muhammad Syakir
[6]. Hadits Shahih riwayat Al-Bukhari (no. 4886), Muslim (no. 2125 (120)), Ahmad (no. 3945) tahqiq Ahmad Syakir, Abu Dawud (no. 4169), Ibnu Baththah fil Ibanah (I/236 no. 68) dan Al-Ajurry fisy Syari'ah (I/420. 422 no. 103-104), ini adalah lafazh Ahmad
[7]. Jaami' Bayaanil Ibni wa Fadhlihi (II/1192 no. 2348) tahqiq Abul Asybal Az-Zuhairy
[8]. Jaami' Bayaanil Ibni wa Fadhlihi (II/1193 no. 2349)

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan

Kritik dan Sarannya tafadhol

Blog Sahabat Sunnah