Pendekar Sunnah - Abu Fajri Khusen's Blog

Kamis, 04 Maret 2010

Bagaimana kedudukan hadits 'Perselisihan umatku adalah rahmat'

Bagaimana kedudukan hadits
'Perselisihan umatku adalah
rahmat'
Penulis: Al Ustadz Abu
Abdurahman Abdul Aziz
Perselisihan dan kontradiksi
pendapat yang mewarnai umat
ini, seakan sudah menjadi
perkara yang dianggap lumrah.
Slogan-slogan dari sebagian
orang yang mengatakan :
“Perselisihan itu adalah rahmat,
jadi diantara kita harus memiliki
rasa toleransi ”, atau “Kita
saling tolong-menolong pada
hal-hal yang kita sepakati dan
kita bertoleransi pada hal-hal
yang kita perselisihkan ” pun
turut menghiasi, seakan
menyetujui perselisihan yang
kian larut ini.
Sekilas slogan-slogan tersebut
memberi kesejukan dan
ketenangan jiwa manusia.
Dengan dalih "... walaupun
berselisih atau berbeda
pemahaman, yang penting
ukhuwah (persaudaraan) tetap
terjalin." Walhasil ketika
bermuamalah, mereka berusaha
untuk tidak menyentuh perkara
yang diperselisihkan demi
menjaga keutuhan ukhuwah.
Sekalipun perkara tersebut
adalah sesuatu yang prinsip
(jelas) hukumnya dalam agama.
Sehingga amar ma ’ruf nahi
munkar sulit dijalankan, karena
adanya rambu-rambu toleransi
ala mereka.
Mereka tak sadar –bahwa
dengan sikap seperti itu- justru
melanggengkan perselisihan
yang tajam pada umat ini.
Bila kita melihat realita yang
ada, tidak sedikit dari kalangan
muslimin yang terperosok jauh
akibat perselisihan tersebut.
Mereka tidak bisa menerima dan
menjalani konsekwensi dari
slogan-slogan di atas tadi
(“ perselisihan adalah rahmat”
dan lain-lain). Perselisihan pun
menjadi kian meruncing nan
tajam.
Bahkan diantara mereka
terjatuh dalam pertikaian,
permusuhan, bersitegang urat
sampai pada bentrokan fisik.
Karena masing-masing pihak
merasa bangga dan ingin
memenangkan pendapat yang
dipeganginya.
Semisal dalam hal pemilihan
madzhab diantara imam yang
empat. Baik dalam perkara
aqidah, fiqih maupun muamalah.
Sebagai contoh : “Si A tidak mau
sholat di masjid yang berbeda
madzhab ” atau “si B tidak mau
bermakmum di belakang si C
karena madzhabnya berbeda”.
Dan contoh-contoh lain yang
telah melanda kehidupan umat
Islam. Lalu apakah perselisihan
yang demikian ini dikatakan
sebagai “rahmat”?
Perkataan Ulama tentang Hadits
ini
Al-Hadits merupakan sumber
rujukan utama umat Islam
setelah Al-Qur ’an. Kedudukan
Al-Hadits sedemikian penting,
maka mengetahui keshohihan
(kebenaran)nya adalah suatu
konsekwensi logis. Namun dalam
menentukan suatu hadits itu
shohih atau tidak, bukanlah hal
sepele. Oleh karena itu kita
dilarang untuk sembarangan
menukil hadits, jika belum pasti
keshohihannya.
Ahlul Hadits adalah para ulama
yang mereka memahami ilmu-ilmu
seputar permasalahan hadits.
Baik dari segi matan/redaksi
hadits maupun sanad (deretan/
rangkaian para perawi hadits
yang bersambung sampai
kepada Rasulullah). Ahlul Hadits
berupaya keras untuk
mengumpulkan, meneliti dan
memisahkan hadits yang shohih
dari yang dho ’if (lemah) dan
maudhu’ (palsu). Berikut penulis
nukilkan perkataan Ahlul Hadits
tentang sebuah hadits
masyhur : “Perselisihan Umatku
adalah Rahmat”.
Asy Syeikh Al Muhadits
Nashiruddin Al Albani
rohimahullah dalam Silsilah
Ahadits Adh Dho ’ifah mengenai
“hadits” ini, beliau berkata :
“Hadits ini tidak ada asalnya”.
Para muhadits sudah berupaya
keras untuk mendapatkan
sanad hadits ini tetapi mereka
tidak mendapatkannya. Sampai
beliau (Al Albani) berkata : “Al
Munawi menukil dari As Subki
bahwa dia berkata : “Hadits ini
tidak dikenal oleh para
muhadits, dan saya belum
mendapatkannya baik dalam
sanad yang shohih, dho ’if, atau
maudlu’.
Syaikh Zakariya Al Anshori
menyetujuinya dalam ta ’liq atas
Tafsir Al Baidlawi 2/92 Qaaf
(masih dalam manuskrif).
Makna hadits ini pun diingkari
oleh para ulama peneliti hadits.
Al ‘Allamah Ibnu Hazm berkata
dalam kitabnya Al Ihkam fi Ushulil
Ahkam Juz 5/hal 64 setelah
beliau mengisyaratkan
bahwasanya “ucapan” itu bukan
hadits : “Ini adalah ucapan
rusak yang paling rusak.
Karena jika perselisihan itu
rahmat, tentu kesepakatan itu
sesuatu yang dibenci dan tidak
ada seorang muslim pun yang
mengatakan demikian. Yang ada
hanya kesepakatan atau
perselisihan, rahmat atau
dibenci. Di kesempatan lain
beliau mengatakan : “batil dan
dusta”. (Silsilah Ahadits Adh
Dho’ifah juz 1, hadits no 57 hal
141)
Dalam kitab Zajrul Mutahawin bi
Adz Dzoror Qo ’idatil Ma’dzaroh
wa Ta’awun hal 32, yang ditulis
oleh Hamad bin Ibrohim Al
Utsman dan kitab ini telah
dimuroja ’ah (diteliti ulang) oleh
Asy Syeikh Al Allamah Sholeh bin
Fauzan Al Fauzan. Disebutkan
bahwa : “Hadits ini lemah secara
sanad dan matan. Tidak
diriwayatkan di dalam kitab-
kitab hadits dengan lafadz ini.
Adapun yang masyhur adalah
hadits “Perselisihan para
shahabatku adalah rahmat”. Dan
sebagian dari ulama ahli ushul
menyebutkan hadits tersebut
sebagaimana yang dilakukan
Ibnul Hajib di dalam
Mukhtashornya tentang ushul
fiqih.
Berkata Abu Muhammad ibnu
Hazm : “Adapun hadits yang
telah disebutkan “Perselisihan
umatku adalah rahmat” adalah
kebatilan dan kedustaan yang
bermuara dari orang yang
fasik. ” (Al Ahkam fi Ushulil
Ahkam 5/61)
Al Qoshimy mengomentari (sanad
dan matan) hadits ini, dalam
kitab Mahasinut Ta ’wil 4/928 :
“Sebagian ahli tafsir
menyebutkan bahwa hadits ini
tidak dikenal keshohihan
sanadnya. At Thobrony dan Al
Baihaqy meriwayatkannya di
dalam kitab Al Madkhol dengan
sanad yang lemah dari Ibnu
‘Abbas secara marfu’.
Adapun ‘ilat (kelemahan) hadits
ini adalah :
1. Adanya perawi yang bernama
Sulaiman bin Abi Karimah, Abu
Hatim Ar Rozy melemahkannya.
2. Perawi yang bernama
Juwaibir, dia seorang Matrukul
Hadits (ditinggalkan haditsnya)
sebagaimana yang dinyatakan
Nasa ’i, Daruquthny. Dia
meriwayatkan dari Adh Dhohhak
perkara-perkara yang palsu
termasuk “hadits” ini.
3. Terputusnya (jalur riwayat)
antara Adh Dhohhak dan Ibnu
‘ Abbas.
Berkata sebagian ulama :
“ Hadits ini menyelisihi nash-
nash ayat dan hadits, seperti
firman Allah Ta ’ala : “Dan
mereka senantiasa berselisih
kecuali orang yang yang
dirahmati Robbmu ” dan sabda
Rasulullah “Janganlah kalian
berselisih, maka akan berselisih
hati-hati kalian ” (Riwayat
Ahmad, Abu Daud dan
dikeluarkan di dalam Sunan Abu
Daud oleh Asy Syeikh Al Albani)
dan hadits-hadits yang lain
banyak sekali. Maka
kesimpulannya bahwa
kesepakatan (di atas
kebenaran) itu lebih baik
daripada perselisihan.
Penutup
Setiap muslim yang mengaku
beriman kepada Allah dan hari
Akhir, niscaya akan menyatakan
bahwa dirinya cinta kepada
Rasulullah shallallahu ’alaihi
wasallam. Namun cinta tidaklah
cukup di lisan saja. Bahkan
harus diwujudkan dalam amal
perbuatan. Salah satu bukti
cinta kita kepada Beliau adalah
tidak lancang/berani dalam
menukil suatu ucapan, lalu
mengatasnamakan Rasulullah.
Hendaklah takut akan ancaman
Beliau : “Barangsiapa berdusta
atas namaku dengan sengaja
maka hendaklah ia menempatkan
tempat duduknya dari api
neraka ”. (HR.Bukhori)
Alhamdulillah dari penjelasan
Ahlul Hadits di atas, dapat
diketahui bahwa hadits
“ Perselisihan umatku adalah
rahmat” ternyata bukan
merupakan sabda Rasulullah.
Atau disebut juga hadits
maudhu ’. Padahal hadits ini
sangat tenar dan menyebar
bahkan menjadi pegangan para
aktivis dakwah. Namun sebagai
seorang muslim yang mau
menerima kebenaran, tentulah
akan bersegera meninggalkan
hadits ini, sebagai salah satu
wujud cinta dia kepada
Rasulullah shallallahu ’alaihi
wasallam. Allah berfirman : “Dan
berpegang teguhlah kalian
semua dengan tali (agama) Allah
dan janganlah kalian bercerai-
berai. ” (Ali Imron : 103)
Al Hafidz Ibnu Katsir
rohimahullah berkata : “Allah
telah memerintahkan kepada
mereka (umat Islam) untuk
bersatu dan melarang mereka
dari perpecahan. Dalam banyak
hadits juga terdapat larangan
dari perpecahan dan perintah
untuk bersatu dan berkumpul (di
atas kebenaran). ” (Tafsir Ibnu
Katsir 1/367)
Sesungguhnya tidak terdapat
satu dalilpun dari Al Qur ’an dan
As Sunnah yang menunjukkan
bahwa perselisihan itu adalah
rahmat. Maka sikap menyetujui
perselisihan dan
menganggapnya sebagai
rahmat, justru menyelisihi nash-
nash mulia, yang jelas-jelas
mencela terjadinya perselisihan.
Adapun yang ridho dengan
perselisihan tersebut, tidaklah
mereka memiliki sandaran dalil
melainkan berpegang pada
“hadits” yang maudhu’ ini.
Wallahul muwafiq ila sabilish
showab.
(Sumber : Buletin Jum’at Al Jihad,
diterbitkan Yayasan As Salaf
Samarinda. Telpon (0541)
7010648. Penulis Al Ustadz Abu
Abdurrahman Abdul Aziz As
Salafy. Judul asli "Kedudukan
dan Penjelasan Hadits
“Perselisihan Umatku adalah
Rahmat”. )
http://darussalaf.or.id/
stories.php?id=113

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan

Kritik dan Sarannya tafadhol

Blog Sahabat Sunnah