“Dakwah kepada tauhid merupakan warisan para nabi dan rasul. Akan tetapi dakwah ini, barangsiapa yang tidak hidup di atasnya dan tidak mendalaminya niscaya dia tidak akan memahami bagaimana cara mengajak kepada tauhid. Bahkan, terkadang ada saja orang yang menyangka bahwa hal itu -dakwah tauhid- tidak dibutuhkan lagi. Padahal, penghambaan makhluk kepada Allah jalla wa ‘ala -yang hal itu merupakan tujuan keberadaan makhluk- hanya akan bisa terwujud apabila mereka diseru untuk mengabdi kepada Allah jalla wa ‘ala dengan mentauhidkan-Nya, dengan memahaminya, mengetahui ilmunya serta berusaha untuk menerapkannya. Apabila anda membimbing manusia untuk mentauhidkan Allah dalam hal ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan mereka serta dalam apa saja yang diyakini oleh hati mereka, maka keyakinan dan tauhid itulah yang akan membangkitkan amal salih dan menempa jiwa yang tunduk dan kembali kepada Allah jalla wa ‘ala.”
“Jiwa semacam inilah yang layak untuk mendapatkan keutamaan pengampunan dosa. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, ‘Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai setinggi langit lalu kamu menemui-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan apapun niscaya Aku akan menemuimu dengan ampunan sepenuh itu pula.’ ‘Wahai anak Adam, seandainya kamu menghadap-Ku dengan membawa dosa hampir sepenuh bumi lalu kamu menemui-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan apapun niscaya Aku akan menemuimu dengan ampunan sepenuh itu pula. Wahai anak Adam, selama kamu terus berdoa dan berharap kepada-Ku niscaya Aku akan ampuni dosamu, dan Aku tidak peduli.’ Sesungguhnya keutamaan ini hanya diperoleh oleh ahli tauhid. Adapun jiwa yang musyrik atau dipenuhi dengan keragu-raguan, jiwa yang senantiasa dalam keraguan dalam urusan tauhid, maka jiwa yang semacam itu tidak akan mendapatkan berbagai keutamaan agama Islam, tidak pula keutamaan yang dijanjikan oleh Islam bagi pemeluknya ataupun keutamaan/pahala yang dijanjikan bagi ahli tauhid.”
“Oleh sebab itu, dalam keadaan manusia yang sangat membutuhkan dakwah tauhid ini, kami merasa heran terhadap sebagian orang yang mengatakan bahwa hal itu –dakwah tauhid- tidak diperlukan. Hal ini merupakan bentuk kelancangan mereka yang tidak memahami keagungan hak Allah jalla wa ‘ala serta bagaimana seharusnya mengagungkan Rabb kita jalla wa ‘ala. Padahal, sesungguhnya mengagungkan Allah hanyalah dengan mewujudkan tauhid dengan benar. Barangsiapa yang mewujudkan tauhid dengan benar berarti dia telah mengagungkan Allah. Dan barangsiapa yang melalaikan tauhid maka sesungguhnya dia telah melalaikan hak Allah, meskipun bekas sujud tampak di dahinya, meskipun puasa telah membuat kulitnya tampak tinggal tulang belulang, maka itu semua tidak ada harganya. Bahkan, Allah jalla wa ‘ala telah berfirman kepada nabi-Nya –yang artinya-, ‘Sungguh jika kamu berbuat syirik, niscaya seluruh amalmu akan terhapus dan kamu pasti akan termasuk orang-orang yang merugi.’ (QS. az-Zumar: 65).”
“Oleh sebab itulah kami sangat keheranan karena di sana ada banyak orang yang telah mencapai dalam hal ilmu dan dakwah seperti apa yang mereka capai –sangat luas ilmunya dan amat gigih dalam hal dakwah, pent-, akan tetapi di sisi yang lain mereka memiliki ucapan-ucapan syirik serta sikap yang menunjukkan ketidakpahaman mereka tentang hak Allah, perbuatan ekstrim/ghuluw yang tercela, ketergantungan hati kepada selain Allah; yang itu semua dapat kalian lihat dan kalian dengar melalui kitab-kitab dan sumber yang lainnya. Hal ini merupakan bagian dari fitnah yang semakin dahsyat yang akan terus terjadi hingga tegaknya hari kiamat nanti.”
(Syarh Kasyfu asy-Syubuhat, hal. 4)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan