Pendekar Sunnah - Abu Fajri Khusen's Blog

Rabu, 05 Mei 2010

Perhatian Syaikh al-Albani rahimahullah Terhadap Remaja

Generasi muda memang tiang penyangga suatu bangsa. Ketika para remaja terbina dengan tekun, berjiwa shaleh dan berkepribadian baik, maka suatu bangsa akan merasakan betapa besar kekuatan dan ketahanannya. Dan sebaliknya, bila pembinaan generasi muda terbengkalai, mereka terlupakan, maka setidaknnya, masyarakat tidak dapat mengambil manfaat dari keberadaan mereka ini. Bahkan bisa menjadi sampah masyarakat yang sangat menganggu ketentraman dan keamanan.

Bedasarkan riwayat-riwayat dalam hadits, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat memperhatikan keberadaan para pemuda Islam zaman itu. Diantaranya yang sangat relevan dengan kekinian adalah pesan beliau agar para pemuda yang sudah mampu untuk menikah. Dan bila belum sanggup, puasa sebagai pengganti.

Beliau juga telah berpesan agar masa remaja tidak disia-siakan, Beliau memerintahkan supaya masa keemasan ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Rasulullah bersabda: “Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara (lainnya). (salah satunya) (Manfaatkan) masa remajamu sebelum datang masa tua (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi, dan dishahihkan oleh Al-Albani, Shahihul Jami' No. 1077)

Pendek kata, masa remaja adalah masa paling besar produktifitasnya. Melalui masa ini, seorang Muslim akan membangun kepribadian guna mengarungi kehidupan nyata.

Dari sinilah, peran para ulama ditunggu untuk menggodok pemuda muslim, guna membentuk generasi Islam yang berilmu, shaleh dan berkemampuan kuat untuk mengambil peran positif di tengah masyarakat.

Perhatian Syaikh Al-Albany rahihamullah terhadap masalah remaja

Syaikh Al-Albany (Wafat 1420 H), pemuka ulama hadits abad ini, juga memberikan perhatian besar terhadap para pemuda. Dikatakan oleh Syaikh Dr. 'Abdul 'Aziz as-Sadhan bahwa banyak peristiwa penting yang beliau lalui bersama para remaja. Disini akan ditampilkan bagaimana kesabaran beliau dalam meladeni kaum muda yang terkena virus takfir (mudah mengkafirkan orang) dan mematahkan syubhat-syubhat (kerancuan landasan pemikiran) mereka. Berikut ini salah satu kisahnnya.

Syaikh Dr. Basim Faishal Al-Jawabirah hafidzahullah menceritakan, “...Saat itu aku masih belajar di jenjang SMA. Bersama beberapa pemuda, aku mengkafirkan kaum muslimin dan enggan mendirikan shalat di mesjid-mesjid umum. Alasan kami, karena mereka adalah masyarakat jahiliyah. Orang-orang yang menentang kami selalu saja menyebut-nyebut nama Syaikh Al-Bany satu-satunya orang yang mereka anggap sanggup berdialog dengan kami dan mampu melegakan kami dengan argumen-argumen tajamnya serta mengembalikan kami ke jalan yang lurus.

Ketika syaikh datang ke Yordania dari Damaskus, beliau diberitahukan adanya sekelompok pemuda yang seringkali mengkafirkan kaum muslimin. Beliau lantas mengutus menantunya, Nizham Sakkajha kepada kami untuk menyampaikan keinginan beliau untuk berjumpa dengan kami. Dengan tegas kami jawab “Siapa yang ingin berjumpa dengan kami, ya harus datang, bukan kami yang datang kepadanya”. Akan tetapi, syaikh panutan kami dalam takfir, memberitahukan bahwa Al-Albany termasuk ulama besar Islam, ilmunya dalam dan sudah berusia tua. Iapun mengarahkan supaya kamilah yang mendatangi beliau.

Lantas kamipun mendatangi beliau di rumah menantunya, Nizham menjelang shalat 'Isya. Tak berapa lama, salah seorang dari kami mengumandangkan adzan. Setelah Iqamah, Syaikh Al-Albany berkata “Kami yang menjadi imam atau imam shalat dari kalian?”, Syaikh kami dalam takfir berujar “Kami meyakini Anda seorang kafir” Syaikh Al-Albany menjawab “Kami masih yakin kalian orang-orang beriman (kaum muslimin).

Syaikh kami akhirnya memimpin shalat. Usai shalat, Syaikh Al-Albany duduk bersila melayani diskusi dengan kami sampai larut malam, Syaikh kamilah yang berdialog dengan syaikh Al-Albany. Sedangkan kami dalam rentang waktu yang lama itu, sesekali berdiri, duduk lagi, merentangkan kaki dan berbaring. Anehnya, kami lihat Syaikh Al-Albany tetap dalam posisi awalnya, tidak berubah sedikitpun, meladeni argumen beberapa orang. Saat itu, aku benar-benar takjub dengan kesabaran dan ketahanan beliau !!

Kemudian, kami masih mengikat janji untuk berjumpa lagi dengan beliau keesokan hari. Sepulangnya kami ke rumah, kami mengumpulkan dalil-dalil yang menurut kami mendukung takfir yang selama ini kami lakukan.Kemudian Syaikh Al-Albany hadir di salah satu rumah teman kami.Persiapan buku dan bantahan terhadap syaikh Al-Albany telah kami sediakan. Pada kesempatan kedua ini, dialog berlangsung setelah shalat 'isya sampai menjelang fajar menyingsing.

Perjumpaan ketiga berlangsung di rumah Syaikh Al-Albany, kami berangkat ke rumah beliau setelah 'Isya. Dialog yang ketiga ini berlangsung sampai adzan subuh berkumandang. Kami mengemukakan banyak ayat yang memuat penetapan takfir secara eksplisit. Begitu pula hadits-hadits yang mengandung muatan sama yang menetapkan kekufuran orang yang berbuat dosa besar. Setiap kali menghadapi argumen-argumen itu, Syaikh Al-Albany dapat mematahkannya dan justru 'menyerang' balik dengan membawakan dalil yang lain. Setelah itu, beliau memadukan dalil-dalil yang tampaknya saling bertolak belakang itu, menguatkannya dengan keterangan para ulama salaf dan tokoh-tokoh umat Islam terkemuka di kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Begitu adzan Subuh terdengar, sebagian besar dari kami bergegas bersama Syaikh Al-Albany menuju masjid untuk menunaikan shalat Subuh. Kami telah merasa puas dengan jawaban Syaikh Al-Albany tentang kesalahan dan kepincangan pemikiran yang sebelumnya kami pegangi. Dan saat itu juga kami melepaskan pemikiran-pemikiran takfir tersebut, alhamdulillah. Hanya saja, ada beberapa gelintir dari kawan kami yang tetap menolaknya. Beberapa tahun kemudian, kami mendapati mereka murtad dari Islam. Semoga Allah memberikan kepada kita keselamatan.

Semoga Allah memberikan kemudahan bagi kita sekalian untuk mengambil pelajaran dari sejarah ulama Islam.

Diadaptasi dari “Al-Imam al-Albany, Durus wa mawaqif wa 'ibar”, Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Muhammad bin 'Abdullah As-Sadhan, Darut Tauhid Riyadh Cet I, Th 1429H-2008 M, hal 155-158.

Diambil dari majalah As-Sunnah edisi 11 Th XII, Shafar 1430/Februari 2009 M

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan

Kritik dan Sarannya tafadhol

Blog Sahabat Sunnah