Pendekar Sunnah - Abu Fajri Khusen's Blog

Rabu, 05 Mei 2010

Kasyfu Syubhat 5

Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab-rahimahullah- Berkata:”Oleh karenanya renungkan syubhat berikut ini, ‎yaitu ucapan mereka: “mengapa kalian mengkafirkan ‎orang-orang Islam yang mereka bersaksi, bahwa tidak ‎ada tuhan selain Allah, mereka mengerjakan shalat ‎dan puasa? Kemudian renungkan jawaban syubhat ‎itu, karena jawaban ini adalah termasuk paling ‎bermanfaat diantara isi lebar-lembaran ini.‎

‎ Dan termasuk dalil atas hal itu juga adalah apa ‎yang sudah Allah ceritakan tentang bani Israil dengan ‎keislaman, keilmuan dan keshalehan mereka, masih ‎saja mereka mengatakan kepada nabi musa ‘alaihi sallam:‎

‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ٱجۡعَل لَّنَآ إِلَـٰهً۬ا كَمَا لَهُمۡ ءَالِهَةٌ۬‌ۚ ‏

‎ “Buatlah untuk kami suatu tuhan (berhala) ‎sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan ‎‎(berhala).” (QS.Al A’raaf:138).‎

‎ Dan ucapan beberapa sahabat:‎

‏( اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ )‏

‎“Buatlah untuk kami dzaatu anwaath (nama sebuah ‎Pohon).”‎

Mendengar ucapan itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam lalu ‎bersumpah, bahwasanya ucapan itu serupa dengan ‎ucapan bani Israil “buatlah untuk kami sebuah tuhan ‎‎(berhala).”‎

Tetapi, orang-orang musyrik mempunyai syubhat, ‎yang mereka pakai sebagai hujjah dalam kisah bani ‎Israil itu. Syubhat itu adalah mereka mengatakan, ‎bahwa bani israil itu tidak kafir, begitu pula beberapa ‎sahabat yang telah mengatakan: “Buatlah untuk kami ‎pohon Dzaatu Anwaath,” mereka pun tidak kafir.‎

Sebagai jawabannya, hendaklah anda katakan: ‎‎“sesungguhnya bani Israil tidak melakukan itu, ‎demikian pula orang-orang yang telah memohon ‎kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tidak juga melakukan itu. Tetapi jika ‎melakukan itu yakni membuat tuhan berhala, jelas ‎mereka akan kafir. Seperti juga tidak ada perbedaan ‎pendapat antara ulama’ bahwa orang-orang yang ‎dilarang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam itu andaikan tidak mentaati ‎beliau shalallahu ‘alaihi wasallam dan mengambil Dzaatu anwaath itu sesudah ‎mereka dilarang, niscaya mereka pun menjadi kafir. ‎Dengan demikian terjawablah. ‎

Akan tetapi, kisah ini memberi pelajaran, ‎bahwasanya seorang muslim, bahkan seorang ‘alim, ‎terkadang dapat terperosok ke dalam macam syirik ‎tanpa sepengetahuannya. Dengan demikian kisah ini ‎pun memberi pelajaran kepada kita agar belajar dan ‎berhati-hati serta mengerti bahwa ucapan seorang ‎bodoh, “kami sudah faham tauhid itu, “adalah ‎kebodohan yang terbesar dan termasuk makar (tipu ‎daya) syetan yang terbesar, kisah ini juga memberi ‎pelajaran, bahwa seorang muslim jika mengucapkan ‎perkataan kufur dan dia tidak tahu, lalu diingatkan ‎atas perbuatannya itu, kemudian seketika itu juga ‎bertaubat dari ucapan itu, maka ia tidak kafir, ‎sebagaimana yang sudah dilakukan kaum bani Israil ‎dan sahabat yang meminta kepada nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam kisah ‎diatas, dan kisah itu juga memberi pelajaran, ‎bahwasanya jika dia tidak kafir maka dia harus ditegur ‎dengan perkataan yang keras kepadanya, seperti yang ‎dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihim wasallam, kepada orang-orang lain ‎dari sahabat itu.‎

Orang-orang musyrik mempunyai syubhat lain, ‎mereka mengatakan bahwa nabi shalallahu ‘alaihi wasallam telah menyalahkan ‎pembunuhan Usamah radhiyallahu ‘anhuma terhadap ‎orang yang sudah mengatakan: ‎لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله‎ ‎

dan beliau bersabda kepadanya:‎

‎ ‎‏(( أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ))‏‎ ‎

Mengapa engkau bunuh setelah ia mengucapkan: ‎Laailaaha illallah?‎

Begitu juga sabda beliau shalallahu ‘alaihi wasallam:‎

‏(( أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُوْلُوْا لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ))‏‎ ‎

Aku diperintahkan untuk memerangi manusia ‎sehingga mereka mengucapkan: ‎لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله‎ ‎

Dan hadits-hadits lain tentang menahan diri dari ‎orang yang telah mengucapkan kalimat tauhid.‎

Yang diinginkan orang-orang bodoh itu adalah, ‎bahwasanya barang siapa yang sudah mengucapkan ‎kalimat itu, maka tidak dikafirkan dan tidak dibunuh, ‎meski ia telah berbuat apa saja, maka, harus ‎dikatakan kepada orang-orang bodoh itu, “sudah ‎maklum, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah memerangi ‎orang-orang Yahudi dan menawan mereka padahal ‎mereka mengatakan: ‎لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله‎ ‎

Seperti juga sudah maklum, bahwa sahabat-‎sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah memerangi Bani Hanifah, ‎padahal mereka bersaksi, bahwasanya tidak ada Ilah ‎‎(sesembahan) selain Allah dan sesungguhnya Nabi ‎Muhammad itu adalah utusan Allah, mereka juga ‎mengerjakan shalat dan mengaku dirinya Islam. ‎Demikian pula halnya orang-orang yang dibakar oleh ‎‎‘Ali bin Abi Thalib dengan api, dan orang-orang bodoh ‎itu mengakui, bahwa barang siapa yang mengingkari ‎hari pembalasan, maka ia dihukum kafir dan boleh ‎dibunuh, meskipun telah mengucapkan: ‎لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله‎ dan ‎barang siapa mengingkari sesuatu dari rukun-rukun ‎Islam, ia juga kafir dan boleh dibunuh meskipun telah ‎mengucapkan kalimat tauhid itu. Lalu, kalau orang ‎yang mengingkari satu cabang agama, pengakuan ‎Islamnya batal dan tak berguna, adakah berguna ‎pengakuan keislaman orang yang mengingkari tauhid ‎yang merupakan asas dan dasar agama para Rasul? ‎Namun, memang musuh-musuh Allah tidak faham ‎makna hadits-hadits itu.‎

Adapun hadits Usamah adalah bahwasanya ia telah ‎membunuh seorang lelaki yang sudah mengaku ‎dirinya Islam disebabkan karena Usamah menyangka, ‎bahwa lelaki itu tidak mengaku Islam kecuali karena ‎rasa takut atas darah dan hartanya. Jadi, jika seorang ‎telah memperlihatkan keislamannya, maka wajib bagi ‎muslim menahan diri, dan tidak tergesa-gesa ‎membunuhnya sehingga diketahui dengan teliti pada ‎dirinya apa-apa yang bertentangan dengan ‎keislamannya itu. Tentang hal itu, Allah subahanahu wa ta’ala Telah ‎menurunkan firman-Nya:‎

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا ضَرَبۡتُمۡ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَتَبَيَّنُواْ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏

‎“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi ‎‎(berperang) di jalan Allah, maka betabayunlah ‎‎(telitilah).” ( QS. An Nisaa’: 94).‎

Tabayyun yakni tatsabbut, berhati-hati dalam ‎bertindak, tidak ceroboh, ayat tersebut menunjukkan ‎kewajiban menahan diri dan bertasabbut. Lantas, jika ‎sudah terang (setelah diteliti) ada sesuatu yang ‎berlawanan dengan Islam, maka boleh dibunuh, ‎berdasarkan firman Allah ‎‏ ‏ ‎-maka telitilah- kalau ‎seandainya tidak boleh dibunuh jika ia mengucapkan ‎kalimat tauhid, padahal telah terbukti, setelah diteliti ‎bahwa ia menentang Islam, maka perintah “tatsabbut” ‎tidak akan mempunyai arti. Demikian pula hadits lain ‎yang sejenisnya, maknanya adalah seperti yang sudah ‎kami sebutkan, dan bahwasanya barang siapa yang ‎telah menampakkan ketauhidan dan keislaman, maka ‎wajib orang muslim menahan diri darinya, kecuali jika ‎sudah terang darinya sesudah diteliti, hal-hal yang ‎membatalkan ketauhidan dan keislamannya itu. ‎Sebagai dalil atas hal itu adalah bahwasanya ‎Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:‎

‏(( أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ))‏

‎“Mengapa kamu bunuh dia sesudah mengatakan laa ‎ilaaha illallah”. ‎

Dan beliaushallahu ‘alaihi wasallam juga yang bersabda: ‎

‏(( أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُوْلُوْا لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ))‏‎ ‎

‎“Aku diperintahkan memerangi manusia sehingga ‎mereka mengatakan laa ilaaha illallah.”‎

Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam pula yang bersabda tentang kaum ‎khawarij:‎

‏((أَيْنَمَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ))‏

‎“Dimana saja kamu sekalian bertemu mereka, maka ‎bunuhlah. Sungguh, jika aku mendapatkan mereka ‎‎(khawarij) niscaya pasti akan aku bunuh mereka ‎‎(seperti) terbunuhnya kaum ‘Aad.”‎

Padahal orang-orang khawarij itu termasuk orang-‎orang yang banyak beribadah, bertahlil dan bertasbih. ‎Sampai-sampai para sahabat merasa rendah diri di ‎hadapan orang-orang khawarij itu. Mereka telah ‎belajar ilmu dari para sahabat, akan tetapi meski ‎begitu, ucapan mereka: ‎لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله‎ sama sekali tidak ‎berguna bagi mereka.‎

Begitu juga ibadah mereka yang banyak dan ‎pengakuan Islam mereka juga tidak berguna tatkala ‎telah tampak dari mereka perlawanan terhadap ‎syari’ah.‎

Demikian halnya apa yang sudah kami sebutkan ‎tentang peperangan terhadap orang-orang Yahudi dan ‎peperangan para sahabat terhadap bani Hanifah. ‎Begitu juga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ingin memerangi bani ‎Mushthaliq tatkala seorang lelaki dari mereka ‎memberitahu beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya bani Mushthaliq ‎enggan membayar zakat, sehingga Allah subahanahu wa ta’ala ‎menurunkan ayat:‎

‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٍ۬ فَتَبَيَّنُوٓاْ‏

‎“Hai orang-orang yang beriman, jika datang ‎kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka ‎periksalah dengan teliti.” (QS. Al Hujuraat: 6).‎

Dan benar, bahwa lelaki itu telah berbohong dalam ‎memberitakan tentang mereka. Semua ini ‎menunjukkan bahwa maksud nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits-‎hadits yang mereka pakai sebagai hujjah itu adalah ‎seperti apa yang kami sudah sebutkan diatas.

sumber: muwahiid

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan

Kritik dan Sarannya tafadhol

Blog Sahabat Sunnah