Penulis menganggap perlu untuk mengangkat kembali tema ini, sebuah catatan yang mungkin telah umum, banyak pembahasannya dan menjadi hal yang biasa serta dianggap bahwa semua manusia sudah memahaminya, namun kenyataan yang terjadi di masyarakat kadang menampakkan kebalikannya, baik dari kalangan masyarakat yang masih awam dan sebagian yang telah memahami sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena banyak kami temui keluhan yang membuat kami merasa harus menyampaikan kembali sebuah “konsep kecantikan” untuk dipahami bersama...
Konsep ini penulis harapkan bisa memberikan pemahaman baru bagi yang belum mengetahuinya dan memantapkan hati ikhwan atau akhwat bagi yang sudah mengetahuinya, karena kedua belah pihak antara ikhwan dan akhwat harus memahami bahwa dengan sebuah pemahaman konsep kecantikan yang sama akan mempermudah sebuah proses ta’aruf dan pernikahan dan juga bisa memekarkan bunga-bunga cinta kembali pada sebuah pernikahan... jadi kami tekankan kembali bahwa artikel ini perlu dibaca bagi ikhwan dan akhwat
Ada suatu contoh kasus pada fase sebelum nazhor (melihat calon wanita yang akan dipinang), kadang muncul pertanyaan “akhwatnya cantik atau tidak?”, seorang ikhwan ketika dalam proses ta’aruf untuk mencari pasangan hidup kadang memang menentukan syarat kedua setelah mengetahui bahwa akidah sang akhwat adalah akidah yang lurus, dan secara teori memang akidah yang lurus akan berdampak pada akhlak yang baik pada diri seseorang, dalam fase pemikiran ini setelah syarat pertama calon istri yang diharapkannya yakni syarat ta’at beragama, maka seorang ikhwan memang sah-sah saja dan merupakan hak ikhwan yang bersangkutan untuk “memilih” bahwa calon pendamping yang akan dia nikahi adalah seorang wanita yang cantik... pada tahapan ini sebuah pemahaman “kecantikan” seorang akhwat menjadi sebuah hal yang nisbi (relatif)...
Perlu kita ulang kembali bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan kriteria dalam memilih calon istri dalam sabda beliau :
“Wanita dinikahi karena empat perkara : Karena hartanya, kecantikannya, kedudukannya, dan agamanya. Pilihlah yang taat agamanya (kalau tidak) niscaya engkau akan merugi.” [HR. Al-Bukhari (5090), Muslim (1466)]
Dari hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa secara umum pada manusia wanita itu dinikahi karena empat perkara yang ada dalam dirinya, atau paling tidak salah satu dari empat perkara itu ada dalam dirinya, dan perkara terpenting yang menjadi jaminan bahwa keluarga akan menjadi bahagia, sakinah mawaddah warrohmah (SAMARA), adalah jika seorang laki-laki menitik beratkan pada perkara ke empat! Yakni pada ketaatan wanita itu pada syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka kehendak ikhwan untuk menentukan syarat bahwa istrinya harus “cantik” setelah mengetahui kebagusan agamanya adalah hal yang lumrah dan seyogyanya mampu disikapi secara bijak agar tidak memunculkan masalah dalam proses ta’aruf, Namun kami nasihatkan kepada ikhwan (termasuk pihak ikhwan) agar berlaku bijak juga dalam menentukan syarat kedua ini agar tidak melukai “perasaan” dari akhwat atau perantara dari pihak akhwat didalam menetapkan syarat “cantik” pada calon istri yang akan di-nazhor.
Hendaknya dalam menentukan syarat yang kedua ini adalah suatu hal yang menjadi “rahasia” ikhwan atau pihak perantara dari ikhwan dan tidak disampaikan kepada akhwat atau pihak perantara dari akhwat, karena hal ini akan menimbulkan syubhat dan prasangka bahwa si ikhwan adalah orang yang lebih mementingkan fisikisme seorang akhwat daripada agamanya, padahal mungkin tidak demikian dalam hati si ikhwan.
Kemudian agar tidak muncul rasa kecewa dari pihak akhwat dan perantaranya sebelum proses nazhor karena dikhawatirkan akan mengganggu hubungan silaturrahmi dan ukhuwah pada kedua belah pihak hanya karena masalah ini, alangkah bijaknya bila ikhwan dalam menentukan syarat kedua ini hanya menjadi sebuah rahasia bersama dengan pihak perantara dari ikhwan (kakak, saudara atau seseorang yang bisa dipercaya dan diharapkan perantara juga seorang akhwat) untuk “melihatkan” dan menggambarkan tentang kecantikan si akhwat tanpa diketahui oleh pihak akhwat, diharapkan pihak perantara dari ikhwan tidak menanyakan tentang kecantikan si akhwat langsung kepada perantara si akhwat, karena hal ini bisa melukai hati.
Kecantikan terkadang menjadi tolak ukur yang nisbi (relatif) dan tergantung pada akhlak masing-masing ikhwan, terkadang ikhwan (yang dulunya mungkin) pernah melihat wanita-wanita cantik dari kalangan artis di televisi dan majalah atau foto-foto yang dipajang di FB, otomatis memiliki standar “kecantikan” tersendiri yang lebih tinggi daripada ikhwan yang jarang melihat wajah wanita dan menundukkan pandangannya. Mereka yang jarang melihat wajah wanita yang bukan mahramnya akan memiliki standar lebih kecil dalam menentukan sebuah kecantikan wajah, maka kembali lagi hal ini kembali pada akhlak pribadi sang ikhwan.
Kemudian juga seorang ikhwan secara pribadi memiliki syarat-syarat tersendiri dalam hal kecantikan ini, tergantung dari lingkungan dan pola pikir si ikhwan. Kadang karena pengaruh lingkungan dan tempat tinggal, ada perbedaan dalam penentuan kriteria kecantikan, seorang ikhwan yang tinggal di desa kadang memiliki standar kriteria kecantikan yang lebih kecil daripada ikhwan yang tinggal di kota besar. Maka bagaimanakah konsep kecantikan diharapkan untuk membuat rumah tangga menjadi bahagia sehingga harus menjadi syarat kedua setelah bagusnya agama seorang akhwat?
INILAH KECANTIKAN ITU...
Kalau mau kita sedikit memperhatikan betapa sekarang toko-toko kosmetik banyak berjubel dipenuhi oleh kaum wanita, dan sudah menjadi suatu tolak ukur umum bahwa mereka yang cantik adalah yang berkulit putih, berhidung mancung, berwajah mulus tanpa jerawat, dan memiliki postur yang tinggi serta ramping, sehingga tak jarang banyak ratusan jenis obat-obat dan krim pemutih yang beredar di pasaran, kemudian bagi yang tidak mancung hidungnya dioperasi atau disuntik silikon agar menjadi mancung dab nayak lagi wanita yang rela merubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya untuk sekedar tampil cantik.
Namun kecantikan seperti apa yang akan mampu membuat pernikahan seseorang menjadi indah, kecantikan akhwat seperti apa yang seharusnya dijadikan patokan untuk menjadi pilihan bagi seorang ikhwan sebagai istrinya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Dia adalah wanita yang menyenangkan (suami) ketika melihatnya...” [HR An-Nasa-i (VI/68) dan Ahmad (7373). Hadits ini shahih]
Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam “Dia adalah wanita yang menyenangkan (suami) ketika melihatnya...” bermakna bahwa wanita tersebut akan membuat hati suami berbunga-bunga saat melihatnya, akan membuat pandangan mata menjadi sejuk bila melihatnya, dan mampu membuat suami selalu merasa bahagia berada disampingnya.
Wanita yang cantik adalah wanita yang memahami hak-hak sang suami dan mampu menunaikannya dengan baik walaupun kadang hal itu memberatkannya, namun keikhlasan seorang istri untuk bisa tampil menyenangkan di hadapan suami membuat istri berusaha semampu yang dia bisa dan bertawakal kepada Allah dalam membahagiakan suaminya.
Ada sebuah konsep yang ditawarkan seorang akhwat bahwa kecantikan adalah akhwat yang memahami syari’at, dan bagi yang tidak memahami syari’at maka dia tidak cantik. Konsep ini memiliki kebenaran di satu sisi, namun ada beberapa kekurangan yang perlu diperjelas lagi dan diperbaiki dalam pelaksanaannya. Seseorang akhwat yang memahami syari’at dengan baik namun tidak pandai merawat dirinya untuk tampil menyenangkan di hadapan suami bisa menjadi “hilang kecantikannya” dimata suaminya.
Pemahaman yang ditekankan dalam pembahasan ini adalah konsep “MENYENANGKAN SAAT DILIHAT SUAMI”, seorang calon istri atau seorang istri seharusnya memahami dengan benar bagaimana untuk memanjakan mata suaminya dalam rangka membangun keluarga SAMARA. Dan hal tersebut bisa diwujudkan dalam beberapa hal di bawah ini :
PERTAMA : Seorang wanita seharusnya mampu melapangkan hati saat melihat sesuatu yang tidak mengenakkan pandangan matanya pada diri suaminya dan tetap tersenyum padanya, mungkin suatu hari suami pulang kerja dengan kondisi marah atau tertekan karena pekerjaannya, maka hendaknya istri bisa mengambil waktu yang tepat dalam bersikap, tidak boleh seorang istri langsung mencecarnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan membuat suaminya semakin depresi. Hendaknya sang istri menyambut kedatangan suami dengan senyum terindah, melayani kebutuhan makan dan minumnya dengan baik dan menunggu saat yang tepat untuk menjadi “dewi penolong” walaupun hanya sebagai teman berbagi.
Ketika sang suami sudah menunaikan hajatnya (makan-minum-istirahat-sholat jama’ah), maka di sore hari saat anak-anak (bagi yang memiliki anak) sedang belajar atau bermain, istri bisa tampil dengan kelembutannya dan menanyakan masalah suaminya serta menghiburnya untuk bersabar dan bertawakal kepada Allah Ta’ala. Istri bisa memberikan saran-saran yang sekiranya bisa meringankan beban pikiran suami agar suami bisa tenang dan ceria kembali seperti biasanya. Yang menjadi catatan adalah jangan sampai senyum indah itu hilang dari bibirmu meski suamimu sedang cemberut. Secantik apapun wanita kalau suka punya kebiasaan cemberut akan membuat suaminya “sebel” melihatnya, apalagi di saat dia punya masalah dalam pekerjaannya, sehingga kadang gara-gara cemberut bisa berujung pada suatu perceraian.
KEDUA : Seorang wanita harusnya mampu tampil cantik walaupun tidak dengan kosmetik yang mahal dan pakaian yang berkelas. Selain belajar ilmu agama seorang wanita juga dituntut untuk belajar dan memahami bagaimana “selera” yang diinginkan sang suami, jika suami senang melihat istrinya tampil cantik dan menggairahkan ketika berada di kamarnya, maka jangan segan-segan untuk membeli pakaian yang mampu membangkitkan hasrat suami kepadanya saat ia memakainya di hadapan suaminya. Tidak perlu memiliki wajah seperti artis untuk bisa tampil bak bidadari di hadapan suami.
Selain itu jangan sungkan-sungkan untuk berkonsultasi kepada suami tentang aroma parfum yang dia sukai, jangan hanya mementingkan selera sendiri saat menggunakan wewangian di rumah padahal belum tentu sang suami menyukainya, hal demikian hanya akan membuat suami menjauh saat berada di dekat istri.
KETIGA : Hendaknya seorang istri mampu menutupi kekurangannya dan mempergunakan kelebihannya untuk menyenangkan suami. Jangan pernah berhenti pada satu titik untuk memperbaiki diri dan selalu mencoba variasi-variasi baru dalam membuat suami bahagia. Jika seorang istri memiliki bau badan yang tidak nyaman maka berusahalah untuk menghilangkannya dengan meminum jamu atau menggunakan wewangian yang disukai suami, jika seorang istri tidak mampu membuat masakan yang enak maka jangan pernah bosan dan lelah dalam belajar memasak menu-menu baru yang merupakan kegemaran suami, memanjakan suami melalui lidahnya akan semakin menumbuhkan rasa cinta dan kekaguman suami pada istri.
Dalam mempergunakan kelebihan untuk menarik perhatian suami, istri bisa menggunakan kelembutan dan gemulainya, tidak perlu sungkan untuk bermanja rayu kepada suami di saat sedang berdua, saling menyuapi saat makan juga merupakan perekat cinta dan menumbuhkan bunga-bunga kasih dalam hubungan suami istri, bahkan hal ini termasuk sedekah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “…Sesungguhnya tidaklah engkau memberikan infaq yang hanya mengharapkan pahala dari Allah kecuali engkau akan diberi pahala atas perbuatanmu tersebut, hingga sesuap makanan yang engkau suapkan ke mulut istrimu…” [HR. Al-Bukhari (1295), Muslim (1628), dari Sa’ad radhiyallahu ‘anhu]
KEEMPAT : Hendaknya seorang istri memiliki rasa kasih sayang yang besar kepada suami dan anak-anaknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sebaik-baik wanita yang pernah menunggang unta adalah wanita Quraisy yang paling shalihah, ia adalah wanita yang penuh kasih sayang kepada anak di waktu kecil ...” [HR. Al-Bukhari (5082), Muslim (2527)]
Hendaknya seorang istri bisa merawat anak-anaknya dengan penuh kasih sayang di hadapan atau dibelakang suami, karena hal itu akan memunculkan kekaguman pada diri suami dan menyenangkan bila dipandang, bukan seorang wanita yang suka berteriak-teriak dan memukul anak-anaknya.
KELIMA : Seorang istri akan menyenangkan suaminya bila istri ringan untuk memuji suami dan menyebut-nyebut kebaikannya, jangan pernah merasa berat menyebutkan budi baik suami kepadanya dan memuji penampilan serta perangainya.
KEENAM : Seorang istri juga harus memiliki tutur kata yang santun dan tidak suka mencela, tidak akan menyenangkan dilihat jika seorang istri selalu berkata-kata yang kotor dan sumpah serapah saat dia sedang marah atau tidak suka terhadap sesuatu.
KETUJUH : Memiliki tabiat penyabar pada kekurangan dan bersyukur jika ada rizki. Akan menyenangkan melihat seorang istri yang selalu sabar pada saat kekurangan, dia tidak mengeluh dan mencela, akan menyenangkan melihat seorang istri yang selalu bersyukur, mengucapkan pujian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika mendapatkan rizki, baik hadiah dari saudara atau pemberian dari suami.
KEDELAPAN : Istri akan menyenangkan dilihat saat dia taat kepada suaminya dalam hal yang ma’ruf, ketika suaminya memerlukannya dalam sesuatu hal maka istri tampil memenuhi keinginan suami dengan ikhlas dan ceria, sebagai contoh ketika suami menginginkan makan atau minum sesuatu maka istri tanpa diminta kedua kali langsung sigap memenuhi keinginan suaminya untuk menyenangkan hatinya dan sebagai pelaksanaan kewajiban seorang istri.
Demikianlah wahai saudariku para akhwati fillah, juga kepada para istri kaum mukminin sebuah nilai kecantikan yang hakiki, tak akan lekang dengan berlalunya waktu, walaupun kulit telah kendur, rambut telah beruban, dan mata tak lagi mampu melihat dengan baik, kecantikan hati tak akan pudar dari seorang wanita, selain pemahamannya kepada ilmu syar’i yang baik seorang wanita dituntut juga mampu menyejukkan pandangan suami di rumahnya.
Maka kami tanyakan kembali kepada ikhwan yang akan mencari seorang istri yang shalihah, kecantikan seperti apa yang engkau harapkan dari seorang istri? Bisa jadi kadang wajah seorang akhwat kurang sesuai dengan harapanmu, namun kelak dia akan mampu menyenangkan pandangan matamu dalam rumah tangga yang engkau bina.
Seorang suami bisa jadi enggan memandang istrinya karena ketidak mampuan istri dalam menyenangkan mata suaminya walaupun pemahaman agamanya dan ibadahnya bagus, maka kami nasihatkan kepada pasangan yang akan menikah atau yang sudah menikah terutama bagi para akhwat dan istri yang shalihah, agar mempertimbangkan kembali ketika tampil di hadapan suaminya, sudahkah mereka menyenangkan hati dan mata suami?
Wallahu a’lam bish showab
Oleh Andi Abu Najwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan