Al Qur’an adalah kitab suci berbahasa Arab yang berisi wahyu-wahyu Allah SWT yang dibawa oleh Muhammad saw. Beliau saw. menerima wahyu tersebut secara berangsur-angsur sejak beliau diutus menjadi Rasul hingga beliau wafat dalam kurun waktu kurang lebih 22-23 tahun.
Dalam agama Islam, keimanan kepada Al Qur’an adalah bagian dari rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para rasulNya, hari akhir, dan iman kepada qadla/qadar Allah SWT, yang baik maupun yang buruk.
Sejarah mencatat bahwa Al Qur’an adalah kitab suci yang menjadi pedoman Rasulullah saw. dan para sahabat dalam kehidupan mereka, termasuk dakwah yang mereka lakukan. Demikian pula yang dilakukan oleh kaum muslimin pada masa-masa berikutnya. Bahkan Rasulullah saw. sendiri oleh Aisyah r.a. disifati sebagai : Al Qur’an yamsyi = Al Qur’an yang berjalan!
Kita, kaum muslimin di masa kini, alhamdulillah lahir dalam keadaan Al Qur’an sudah tersedia berjuta-juta copy dalam keadaan tercetak rapi dalam berbagai model dan ukuran! Namun yang menjadi masalah, kita tidak melihat situasi dan kondisi pada saat Al Qur’an turun. Juga kita tidak hidup bersama Rasulullah saw. yang merupakan orang pilihan (musthafa) yang membawa Al Qur’an dan mengajarkan kepada manusia. Beliau dengan kepribadian sempurna, dengan sejumlah mukjizat yang mencengangkan manusia, dan kemampuan Al Qur’an dan Hikmah menyelesaikan problem-problem mutakhir waktu itu! Kini, ketika Islam sudah lama dipisahkan dari kehidupan, Al Qur’an tidak diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan, orang-orang –termasuk kita barangkali– pun akan bertanya-tanya: benarkah Al Qur’an itu wahyu dari Allah? Benarkah Al Qur’an itu petunjuk hidup manusia untuk seluruh aspek kehidupan mereka? Benarkah Al Qur’an mampu menjawab tantangan zaman? Tulisan ini mencoba mengnalisisnya.
Al Qur’an dari Sisi Allah SWT
Jelas bagi siapa saja yang mengindera Al Qur’an, dia adalah kitab berbahasa Arab. Dari mana sebenarnya kitab Al Qur’an itu? Secara aqli ada tiga kemungkinan asal Al Qur’an: 1) karangan bangsa Arab; 2) karangan Nabi Muhammad saw.; 3) berasal dari Allah SWT.
Kemungkinan pertama tidak bisa diterima. Sebab, faktanya bangsa Arab tak pernah mampu membuktikan membuat karangan yang semisal dengan Al Qur’an. Mereka tak bisa memenuhi tantangan Al Qur’an, sebagaimana firmanNya:
“…Katakanlah: ‘(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kalian memang orang-orang yang benar” (QS. Huud 13).
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal dengan Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolong kalian selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar” (QS. Al Baqarah 23).
Itulah tantangan Al Qur’an kepada bangsa Arab, dan mereka tak mampu menjawabnya, baik sepuluh ayat maupun satu ayat pun! Dan Nabi Muhammad saw. oleh Allah disuruh menantang bangsa Arab dengan tantangan yang lebih besar dan tegas, yakni agar mereka mengumpulkan seluruh bangsa jin dan manusia buat membantu mereka menghadapi tantangan Al Qur’an:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain” (QS. Al Isra’ 88).
Kemungkinan kedua, juga tidak bisa diterima. Ada dua sebab. Pertama, Muhammad saw. adalah salah seorang bangsa Arab. Kalau seluruh bangsa Arab sudah ditantang Al Qur’an dan mereka tak mampu membuat satu surat pun yang semisal dengan Al Qur’an, maka beliau saw. pun juga tak mungkin mampu membuatnya. Kedua, gaya bahasa dalam tutur kata beliau sebagaimana yang terekam dalam hadits-hadits qauliyah ternyata berbeda dengan gaya bahasa Al Qur’an. Sekalipun seseorang barangkali bisa bersandiwara dengan berbicara dalam dua gaya bahasa, namun mengeluarkan ungkapan dalam frekwensi dan intensitas yang tinggi sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari Rasulullah saw. adalah suatu hal yang mustahil terjadi. Kalau pun toh ada yang berupaya keras melakukannya, kemiripan di antara dua gaya bahasa yang dia ungkapkan akan kerap kali terjadi. Sedangkan gaya bahasa Al Qur’an jelas berbeda dari gaya bahasa hadits. Ini jelas menunjukkan bahwa Al Qur’an bukanlah perkataan (kalaam) Muhammad saw. sendiri.
Bahkan saking bedanya gaya bahasa Al Qur’an dengan ucapan Rasulullah saw.—bagi orang-orang Arab waktu itu—mereka pun akhirnya melontarkan tuduhan bahwa Al Qur’an itu diperoleh Muhammad saw. dari seorang pemuda Nashrani yang bernama Jabr. Namun dengan tangkas al Qur’an menyangkal tuduhan mereka dalam firmanNya:
“Dan sesungguhnya Kami mengetahui mereka berkata: ‘Bahwasanya Al Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya (adalah) bahasa ‘ajami (non Arab), sedangakan Al Qur’an itu dalam bahasa Arab yang jelas” (QS. An Nahl 103).
Kemungkinan ketiga, adalah kemungkinan yang benar. Sebab, jika kemungkinan pertama dan kedua tidak terbukti, yakni bahwa tidak terbukti kalau Al Qur’an buatan bangsa Arab dan Muhammad saw. sendiri, maka tidak ada lagi kemungkinan kecuali bahwa Al Qur’an itu berasal dari sisi Allah SWT. Al Qur’an adalah ucapan (kalaam) Allah SWT. Patut dicatat di sini bahwa seorang tokoh sastrawan Quraisy yang bernama Walid bin Mughirah pernah mengatakan: “Aku adalah orang yang paling tahu tentang sya’ir Arab. Tak ada yang lebih pandai tentang hal itu kecuali aku. Sungguh apa yang dibaca Muhammad itu bukanlah ucapan manusia. Dia itu tinggi, tak ada yang lebih tinggi darinya” (lihat Taqiyyuddin An Nabhani, As Syakhshiyyah Al Islamiyyah Juz I/148). Dengan demikian kita yakin bahwa Al Qur’an adalah kalamullah dan menjadi mukjizat bagi pembawanya, yakni Muhammad yang tidak lain dan tidak bukan adalah Rasulullah saw.
Konsekwensi Iman kepada Al Qur’an sebagai Kalamullah
Jelas bahwa Al Qur’an yang telah terbukti merupakan wahyu atau kalam Allah itu diterima dan dibawa oleh Muhammad Rasulullah saw. untuk disampaikan kepada manusia sebagai ajaran buat kehidupan manusia di dunia ini. Allah SWT. berfirman:
“Bulan Ramadlan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)” (QS. Al Baqarah 185).
Dengan demikian, jika terbukti secara aqli bahwa Al Qur’an adalah firman Allah SWT , maka iman kepada seluruh ayat-ayat Al Qur’an adalah wajib bagi setiap muslim. Ingkar kepada sebagian bahkan salah satu ayat saja akan berakibat kekufuran kepada keseluruhannya! Na’udzubillahi mindzalik. Oleh karena itu, sebagai konsekwensi iman kepada al qur’an sebagai kalamullah, kita kaum muslimin wajib mengimani seluruh isi kandungan Al Qur’an yang telah menjelaskan seluruh aspek kehidupan, sebagaimana firmanNya.:
“Dan Kami turunkan kepadamu Kitab Al Qur’an untuk menjelaskan segala sesuatu(Tibyanan likulli syai’) dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi kaum muslimin”.(QS. An Nahl 89)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan