Pendekar Sunnah - Abu Fajri Khusen's Blog

Selasa, 06 Juli 2010

Bunga Dalam Hatimu

Cinta itu bunga; bunga yang tumbuh mekar dalam taman hati kita. Taman itu adalah kebenaran.
Apa yang dengan kuat menumbuhkan, mengembangkan dan memekarkan bunga; Air dan matahari adalah kebaikan. Air memberinya kesejukan dan ketenangan, tapi matahari memberinya gelora kehidupan. Cinta,dengan begitu, merupakan dinamika yang bergulir secara sadar diatas latar wadah perasaan kita.

Maka begitulah seharusnya Umar mencintai; menyejukkan, menenangkan, namun jua menggelorakan. Dan semua makna itu terangkum dalam kata ini; menghidupkan....

Umar mungkin akan dekat dengan peristiwa ini; bagaimana calon istri Umar nanti melahirkan seorang bayi, lalu merawatnya, menumbuhkannya, mengembangkannya, menjaganya. Ia dengan tulus berusaha memberinya kehidupan.

Bila Umar ingin mencintai dengan kuat, maka Umar harus mampu memperhatikan dengan baik, menerima apa adanya dengan tulus, lalu berusaha mengembangkannya semaksimal mungkin, kemudian merawat dan menjaganya dengan sabar. Itulah rangkaian kerja besar para pencinta; pengenalan, penerimaan, pengembangan dan perawatan.

Apakah Umar telah mengenal sang calon istri dengan seksama? Apakah Umar udah mengetahui dengan baik titik kekuatan dan kelemahannya? Apakah kecenderungan-kacenderungannya ? Apakah Umar mengenal pola-pola ungkapannya; melalui pemaknaan khusus dalam penggunaan kata, melalui gerak motorik refleksnya, melalui isyarat rona wajahnya, melalui tatapannya, melalui sudut matanya?

Apakah Umar dapat merasakan getaran jiwanya, saat ia suka dan saat ia benci, saat ia takut dan begitu membutuhkan perlindungan? Apakah Umar dapat melihat gelombang mimpi-mimpinya, harapan-harapannya? Pengenalan yang baik harus disertai dengan penerimaan yang utuh. Umar harus mampu menerimanya apa adanya. Apa yang sering menghambat dalam proses penerimaan total itu adalah pengenalan yang tidak utuh atau obsesi yang berlebihan terhadap fisik.

Umar tidak akan pernah dapat mencintai seseorang secara kuat dan dalam kecuali jika Umar dapat menerimanya apa adanya. Dan ini tidak selalu berarti bahwa Umar menyukai kekurangan dan kelemahannya. Ini lebih berarti bahwa kelemahan dan kekurangan itu bukan kondisi akhir kepribadiannya, dan selalu ada peluang untuk berubah dan berkembang. Dengan perasaan itulah seorang ibu melihat bayinya.

Apakah yang ia harap dari bayi kecil itu? Ketika ia merawatnya, menjaganya dan menumbuhkannya, apakah ia yakin bahwa kelak anak itu membalas kebaikan-kebaikannya? Tidak.

Semua yang ada dalam jiwanya adalah keyakinan bahwa bayi ini punya peluang untuk berubah dan berkembang, dan karenanya ia menyimpan harapan besar dalam hatinya bahwa kelak hari-hari juga lah yang akan menjadikan segalanya lebih baik.

Penerimaan positif itulah yang mengantar kita kepada kerja mencintai selanjutnya; pengembangan. Pada mulanya seorang wanita itu adalah kuncup yang tertutup. Ketika ia memasuki rumah Umar, memasuki wilayah kekuasaan Umar, menjadi istri Umar, menjadi ibu
anak-anak Umar; UMARLAH YANG BERTUGAS MEMBUKA KELOPAK KUNCUP ITU, MENIUPNYA PERLAHAN, AGAR IA MEKAR JADI BUNGA.

Umarlah yang harus menyirami bunga itu dengan air kebapakkan, membuka semua pintu hati anda baginya, gar ia dapat menikmati cahaya matahari yang akan memberinya gelora kehidupan. Hanya dengan kebaikanlah bungu-bunga cinta bersemi, dengan ungkapan AKU CINTA KAMU boleh jadi akan kehilangan makna katika ia dikelilingi perlakuan yang tidak simpatik dan tidak mengembangkan.

Apa yang harus Umar berikan kepada calon istri Umar adalah peluang untuk berkembang.... keberanian menyaksikan perkembangannya tanpa harus merasa bahwa superioritas Umar terganggu. Ini tidak berarti Umar harus memberi semua yang ia senangi, tapi berikanlah apa yang ia butuhkan.

Tetapi setiap perkembangan harus tetap berjalan dalam keseimbangan, dan inilah fungsi perawatan dari rasa cinta. Tidak boleh ada perkembangan yang mengganggu posisi dan komunikasi. Itulah sebabnya terkadang Umar perlu memotong sejumlah ranting yang sudah kepanjangan agar tetap selalu terlihat serasi dan harmoni.

Hidup ini adalah simponi yang kita mainkan dengan indah, maka duduklah sejenak bersama istri Umar nanti, tatap matanya lamat-lamat, dengarkan suara batinnya, getaran nuraninya, dan diam-diam bertanyalah pada diri sendiri APAKAH IA TELAH MENJADI LEBIH BAIK SEJAK HIDUP BERSAMA UMAR ?! mungkinkan suatu saat ia akan mengucapkan puisi Iqbal tentang gurunya :
DAN... NAFAS CINTANYA..... MENIUP KUNCUPKU..... MAKA ... IA MEKAR JADI BUNGA.

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan

Kritik dan Sarannya tafadhol

Blog Sahabat Sunnah