(Bantahan syubuhat syi'ah ke 1)
Syubhat pertama kaum syiah adalah meragukan keabsahan khilafah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu . Mereka menganggap dibai’atnya Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah adalah tidak sah, karena Ali radhiallahu ‘anhu dan keluarganya atau Ahlul Bait tidak diajak musyawarah, padahal Ali radhiallahu ‘anhu lebih berhak menjadi khalifah daripada abu Bakar atau Umar radhiallahu ‘anhuma . Demikianlah syubhat syi’ah yang mereka hembuskan dimana-mana, dengan kalimat yang sama dari tokoh syi’ah yang berbeda-beda, bagaikan satu kaset yang diputar berulang-ulang.
Pemahaman sesat dari orang Persia ini selalu mengatas-namakan Ahlul Bait dan menganggap pemahamannya sebagai “Madzhab Ahlul Bait”. Sehingga yang paling mudah terbawa dengan pemahaman syi’ah ini adalah orang-orang yang mengaku sebagai turunan Ali radhiallahu ‘anhu atau Alawiyyin –kecuali yang Allah rahmati–. Ketika disampaikan kepada mereka bahwa Ahlul Bait terdzalimi bangkitlah emosi kekeluargaannya. Padahal apa yang disampaikan oleh kaum syi’ah –yang merupakan jelmaan kaum majusi Persia– adalah kedustaan yang nyata dan tidak memiliki bukti yang otentik.
Mereka biasanya mengambil riwayat-riwayat tersebut dari kitab yang paling terkenal di kalangan mereka yaitu Nahjul Balaghah. Kitab ini berisi ucapan-ucapan, khutbah-khutbah dan sya’ir-sya’ir yang seluruhnya diatasnamakan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu . Penulis buku tersebut mengesankan bahwa seakan-akan Ali radhiallahu ‘anhu tidak terima dengan keputusan para shahabat ketika memilih Abu Bakar sebagai khalifah. Bahkan dalam buku ini dinukil bahwa Ali radhiallahu ‘anhu mencaci dan mencerca Abu Bakar, Umar dan para shahabat yang lain. Namun sayang penulis buku tersebut tidak membawakan ucapan-ucapan Ali radhiallahu ‘anhu tersebut dengan sanadnya (rantai para rawi) sehingga tidak dapat diperiksa keotentikannya secara ilmiyyah dengan standar ilmu hadits.
Kitab ini –yang dikalangan kaum Syi’ah sejajar dengan al-Qur’an– ternyata disusun dan dikarang oleh seorang tokoh sesat dari kalangan Syi’ah imamiyyah, Rafidah yang bernama al-Murtadla Abi Thalib Ali bin Husein bin Musa Al Musawi (w th. 436 Hijriyah). Buku ini telah dinyatakan oleh para ulama Ahlus Sunnah sebagai kedustaan atas nama Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu.
Imam adz-Dzahabi berkata –ketika membahas biografi orang ini– sebagai berikut: “Dia adalah penghimpun kitab Nahjul Balaghah yang menyandarkan kalimat-kalimat yang ada dalam kitab ini kepada Imam Ali radhiallahu ‘anhu tanpa disebutkan sanad-sanadnya. Sebagian besar kalimat-kalimat itu batil, meskipun juga di dalamnya ada hal yang benar. Namun ucapan-ucapan palsu yang terdapat dalam kitab ini mustahil diucapkan oleh Imam Ali”. (Siyar A’lamin Nubala,17/589-590).
Beliau juga berkata:”…Barang siapa yang melihat buku Nahjul Balaghah ini, maka ia akan yakin bahwa ucapan-ucapan itu adalah dusta atas nama Amirul Mukminin Ali radhiallahu ‘anhu , karena di dalamnya terdapat caci-makian yang sangat jelas terhadap dua tokoh besar shahabat yaitu Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhuma . Juga tedapat ungkapan-ungkapan yang kaku (menurut kaidah sastra arab, pent) yang bagi orang yang telah mengenal jiwa bangsa Quraisy (dan tingginya bahasa mereka, pen.) dari kalangan para shahabat dan orang-orang setelahnya akan mengerti dengan yakin bahwa kebanyakan isi kitab tersebut adalah batil. (Mizanul i’tidal 3/124 Lisanul Mizan 4/223).
Ibnu Sirin menilai bahwa seluruh apa yang mereka (kaum Syi’ah) riwayatkan dari Ali radhiallahu ‘anhu semuanya kedustaan. (Al-‘ilmus Syamikh, hal 237)
Demikian pula Al-Khathib al-Baghdadi dalam kitabnya Al-Jami’ Li Akhlaqir rawi wa adibis sami’ (juz 2 hal. 161) telah memberikan isyarat tentang Kedustaan kandungan kitab ini”.
Syaikhul IslamIbnu Taimiyah berkata: “… sebagian besar khutbah-khutbah yang dinukil penyusun kitab Nahjul Balaghah adalah dusta atas nama Ali radhiallahu ‘anhu . Beliau terlalu mulia dan terlalu tinggi kapasitasnya untuk berbicara dengan ucapan seperti itu. Tetapi mereka mereka-reka kebohongan dengan anggapan bahwa hal itu sebagai sanjungan. Sungguh Itu bukanlah kebenaran, bukan pula merupakan sanjungan…. (Minhajus Sunnah an-Nabawiyah, 8/55-56)
Sedangkan para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah telah meriwayatkan dengan sanad –dan sanad tersebut telah diteliti keshahihannya secara ilmiyyah—ucapan-ucapan Ali radhiallahu ‘anhu yang ternyata bertentangan dengan apa yang mereka riwayatkan seratus delapan puluh derajat. Di antaranya:
Pertama, riwayat yang menunjukkan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu setuju dengan keputusan para sahabat dalam pengang-katan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah. Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Ubaidah bahwa ia mendengar Ali radhiallahu ‘anhu mengatakan:
Putuskanlah sebagaimana kalian putus-kan, sesungguhnya aku membenci perselisihan hingga manusia berada dalam satu jama’ah atau lebih baik aku mati seperti para shahabat-shahabatku yang telah mati. (AR. Bukhari dalam Fadha-ilus Shahabah 3504)
Kedua, diriwayatkan pula secara mustafidh dari Ali bin Abi Thalib sendiri sebagaimana dalam Shahih Bukhari dengan menyebutkan sanadnya sampai kepada Muhammad ibnul Hanafiyah rahimahullah:
Aku bertanya kepada bapakku (yakni Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu ): “Siapakah manusia yang terbaik setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ? Ia menjawab: “Abu Bakar”. Aku berta-nya (lagi): “Kemudian siapa?”. Ia men-jawab: “Umar”. Dan aku khwatir ia akan berkata Utsman, maka aku mengatakan: “Kemudian engkau?” Beliau menjawab: “Tidaklah aku kecuali se-orang dari kalangan muslimin”. (ِAR. Bukhari, kitab Fadlailus Shahabah, bab 4 dan Fathul Bari juz 4/20)
Ketiga, berkata Ibnu Taimiyah bahwa riwayat yang seperti ini (yakni riwayat di atas) telah diriwayatkan dari Imam Ali lebih dari 80 riwayat. Dan bahwasanya imam Ali ibnu Abi Thalib pernah berbicara di mimbar Kuffah, mengancam orang-orang yang mengutamakan dirinya di atas Abu Bakar dan Umar dengan cambukan seorang pendusta.
Tidak didatangkan kepadaku seseorang yang mengutamakan aku di atas Abu Bakar dan Umar kecuali akan aku cambuk dengan cambukan seorang pendusta.
Maka ketika itu seorang yang menga-takan beliau lebih utama dari Abu Bakar dan umar dicambuk delapan puluh kali cambukan. (Majmu’ Fatawa juz 4 hal. 422; Lihat Imamatul ‘Udhma, hal. 313).
Keempat, Imam Bukhari juga meriwayatkan dengan sanadnya yang bersambung dan shahih sampai kepada Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa dia pernah menghadiri jenazah Umar bin Khathab, dia berkata:
Sungguh aku pernah berdiri di keru-munan orang yang sedang mendoakan Umar bin Khathab yang telah diletak-kan di atas pembaringannya. Tiba-tiba seseorang dari belakangku –yang me-letakkan sikunya di kedua pundakku– berkata: “Semoga Allah merahmatimu dan aku berharap agar Allah mengga-bungkan engkau bersama dua shaha-batmu raYakni Rasulullah dan Abu Bakar), karena aku sering mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Waktu itu aku bersama Abu Bakar dan Umar…’ ‘aku telah mengerjakan bersama Abu Bakar dan Umar…’, dan ‘aku pergi dengan Abu Bakar dan Umar…’. Maka sungguh aku berharap semoga Allah menggabung-kan engkau dengan keduanya. Maka aku menengok ke belakangku ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib. (HR. Bukhari dalam Fadlailus Shahabah, 3389).
Keenam, diriwayatkan oleh Imam Malik rahimahullah bahwa telah terjadi ijma’ (kesepakatan) penduduk Madinah atas afdlaliyah (keutamaan) Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhuma di atas Ali radhiallahu ‘anhu, beliau radhiallahu ‘anhu berkata:
Tidak kutemui satu orang pun dari ulama yang dijadikan teladan yang ragu terhadap diutamakannya Abu Bakar dan Umar di atas yang lainnya. ( Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 4/421; lihat Al-Imamatul ‘Udhma, Abdullah Ibnu Umar Ibnu Sulaiman ad-Damiji, hal. 311)
Ketujuh , maka setelah ini kita katakan kepada kaum Syi’ah dan kalangan mutasyayi’in (yang kesyi’ah-syi’ahan) ucapan Imam Ats-Tsauri sebagai berikut:
Barangsiapa yang menganggap Ali lebih berhak menjadi khalifah daripada Abu Bakar dan Umar, maka berarti dia telah menyalahkan Abu Bakar, Umar, Muhajirin dan Anshar radhiallahu ‘anhum. Maka Aku ti-dak mengira kalau amalannya akan naik ke langit (yakni diterima di sisi Allah). (Riwayat Abu Dawud dalam Ki-tabus Sunnah, bab at-Tafdlil; lihat Aunul Ma’bud, 8/382).
Dalam riwayat lain Sufyan ats-Tsauri berkata:
Barang siapa menganggap Ali lebih berhak untuk menjadi khalifah, maka dia telah menuduh dua belas ribu para shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. (Al-Musnad min Masa’il Imam Ahmad oleh al-Khalal dalam bentuk manuskrip dan dishahihkan sanad-sanadnya oleh Imam Nawawi lihat ash-Shawaiq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar al-Haitsami melalui nukilan ad-Damiji dalam al-Imamatul ‘Udzma hal. 313)
Wallahu a’lam
Risalah Dakwah MANHAJ SALAF , Insya Allah terbit setiap hari Jum’at. Infaq Rp. 100,-/exp. Pesanan min. 50 exp bayar di muka. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiya’us Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06 RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab & Pimpinan Redaksi: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed; Sekretaris: Ahmad Fauzan; Sirkulasi: Arief, Agus Rudiyanto; Keuangan: Kusnendi. Pemesanan hubungi: Abu Rahmah HP. 081564634143
Sumber: http://muhammad-assewed.blogspot.com/2007/11/keabsahan-khilafah-abu-bakar-ash_28.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan