Pendekar Sunnah - Abu Fajri Khusen's Blog

Kamis, 18 Maret 2010

MENGENAL BID'AH 3

Dan berkata Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah Ta'ala:

لاَ تُقَلِّدْنِي , وَلاَ تُقَلِّدْ مَالِكًا وَلاَ الشَّافِعِي وَلاَ الأَوْزَاعِي وَلاَ الثَّوْرِي, وَخُذْ مِنْ حَيْثُ أَخَذُوا

"Janganlah kamu ber-taqlid kepadaku, dan jangan pula kepada Malik, Syafi'i dan tidak pula Ats-Tsauri dan Al-Auza'i, dan ambillah dari mana mereka mengambilnya".

Dan beliau berkata pula:

رَأْيُ الأَوْزَاعِي, وَرَأْيُ مَالِكٍ, وَرَأْيُ أَبِي حَنِيْفَةَ كُلُّهُ رَأْيٌ, وَهُوَ عِنْدِي سَوَاءٌ, وَإِنَّمَا الحُجَّةُ فِي الآثَارِ

"Pendapat Auza'i pendapat Malik, pendapat Abu Hanifah, semuanya hanyalah pendapat, dan menurutku semuanya sama. Hujjah hanyalah dengan riwayat (atsar)".[31]

Dan yang lainnya dari perkataan para imam dan fuqoha' yang mengharuskan seseorang merujuk kepada sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam segala perkara agama, bukan malah harus menerima pendapat mereka tanpa melihat mana di antara mereka yang lebih mendekati kebenaran.

Adapun riwayat yang disebutkan itu tidak lebih hanya memberikan izin kepada seorang ahli ilmu yang telah memiliki kemampuan untuk berijtihad untuk mengeluarkan pendapatnya dalam suatu perkara ketika tidak mengetahui ada dalilnya dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, atau perkataan para ulama salaf dari kalangan shahabat dan Tabi'in, bukannya memberikan keterangan bahwa ijtihadnya harus diikuti, apalagi untuk mentakhsis sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam???, bukankah ijtihad hanya diperbolehkan di saat tidak mendapatkan nash syar'i ??? sungguh aneh pendapatmu wahai saudara!!

Simaklah apa yang dikatakan oleh Al-Hafidz IBnu Rajab Al-Hambali rahimahullah Ta'ala:

"Yang wajib atas setiap yang sampai kepadanya perintah Rasul shallallahu alaihi wasallam dan mengetahuinya agar menjelaskannya kepada umat, dan menasehati mereka, dan memerintahkan mereka untuk mengikuti perintahnya (Rasul), walaupun menyelisihi pendapat seorang yang agung dari umat ini karena sesungguhnya perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lebih berhak untuk diagungkan dan diikuti daripada pendapat siapapun yang diagungkan yang telah menyelisihi perintahnya pada sebagian perkara. Dari sinilah para shahabat dan setelahnya menolak setiap yang menyelisihi sunnah yang shahihah dan terkadang mereka bersikap keras dalam menolaknya, bukan karena benci kepada mereka, namun karena cinta dan diagungkan dalam jiwa mereka. Namun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lebih mereka cintai, perintahnya di atas seluruh perintah makhluk, maka apabila bertentangan antara perintah Rasul dengan perintah yang lainnya, maka perintah Rasul lebih utama diikuti dan didahulukan".[32]

Adapun pendapat para ulama yang anda nukilkan tentang takhsis (pengkhususan) hadits tersebut, hal itu disebabkan karena memahaminya secara defnisi bahasa, bukan secara istilah. Seperti apa yang anda nukilkan dari Imam Nawawi yang menafsirkan hadits "kullu bid'atin dholalah" yang dimaksud adalah kebanyakan (bukan seluruh) bid'ah.Berikut ini perkataan beliau secara lengkap:

(وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ) هَذَا عَامٌ مَخْصُوْصٌ وَالمُرَادُ غَالِبُ الْبِدَعِ قَالَ أَهْلُ الْلُغَةِ: هِيَ كُلُّ شَيْءٍ عُمِلَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ.قَالَ الْعُلَمَاءُ : البِدْعَةُ خَمْسَةَ أَقْسَامٍ .....

"(Kullu bid'atin dholalah) (hadits) ini umum yang dikhususkan, yang dimaksud adalah kebanyakan bid'ah. Berkata ahli bahasa: bid'ah adalah segala sesuatu yang diamalkan tanpa ada contoh sebelumnya. Berkata para ulama: Bid'ah terbagi menjadi lima bagian ……….."

(syarah muslim, Nawawi: 6/154-155)

Begitu pula yang dinukilkan dari Al-Imam Muhammad bin Ismail Al-Amir As-Shan'ani. Selengkapnya beliau berkata:

((وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ )) البِدْعَةُ لُغَةً : مَا عُمِلَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ, وَالمُرَادُ بِهَا هَهُنَا مَا عُمِلَ مِنْ دُوْنِ أَنْ يَسْبِقَ لَهُ شَرْعِيًةٌ مِنْ كِتَابٍ وَلاَ سُنَّةٍ..........ثُمَّ قَالَ : فَقَوْلُهُ ((كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ )) عَامٌ مَخْصُوْصٌ

"Kullu bid'atin dholalah" Bid'ah secara bahasa adalah apa yang diamalkan tanpa ada contoh sebelumnya, dan yang dimaksud di sini adalah apa yang diamalkan tanpa didahului amalan syar'i dari kitab dan sunnah……………lalu beliau berkata:

maka sabdanya "kullu bid'atin dholalah" adalah umum yang dikhususkan".[33]

Demikian pula yang dinukil dari Muhammad bin Allan As-Shiddiqi rahimahullah.Beliau berkata setelah menyebutkan definisi bid'ah secara bahasa dan istilah:

(( ضَلاَلَةٌ)) ِلأَنَّ الْحَقَّ فِيْمَا جَاءَ بِهِ الشَّرْعُ فَمَا لاَ يَرْجِعُ إِلَيْهِ يَكُوْنُ ضَلاَلَةً, إِذْ لَيْسَ بَعْدَ الحَقِّ إِلاَّ الضَلاَلُ, وَالمُرَادُ بِالضَّلاَلَةِ هُنَا مَا لَيْسَ لَهُ أَصْلٌ فِي الشَّرْعِ وَإِنَّمَا حَمَلَ عَلَيْهِ مُجَّردُ الشَّهْوَةِ أَوِ الإِرَادَةِ, بِخِلاَفِ مُحْدَثٍ لَهُ أَصْلٌ فِي الشَّرْعِ إِمَّا بِحَمْلِ النَّظِيْرِ عَلَى النَّظِيْرِ أَوْ بِغَيْرِ ذَلِكَ فَإِنَّهُ حَسَنٌ.........ثُمَّ قَالَ : فَعُلِمَ أَنَّ قَوْلَهُ (( وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ )) عَامٌ أُرِيْدَ بِهِ خَاصٌ.

"Dholalah (sesat), sebab kebenaran adalah apa yang dibawa oleh syari'at maka apa yang tidak kembali kepadanya maka sesat. Sebab tidak ada lagi selain kebenaran melainkan kesesatan.Yang dimaksud sesat di sini adalah yang tidak ada asalnya dalam syari'at, yang membawanya melakukan hal tersebut adalah syahwat atau keinginan. Berbeda dengan perkara baru yang ada asalnya dalam syari'at apakah dengan membawa sesuatu kepada yang serupa dengannya, atau dengan cara lain, maka hal tersebut baik………………………..lalu berkata:

maka diketahuilah bahwa sabdanya "kullu bid'atin dhalalah" adalah umum yang dikhususkan".[34]

Dari penukilan ini semua sangatlah jelas bahwa mereka memaksudkan dengan istilah bid'ah adalah bid'ah secara bahasa, oleh karenanya mereka mengatakan "hadits ini umum yang dikhususkan" yang maknanya adalah lafadz "bid'ah" adalah lafadz yang umum, karena mencakup seluruh perbuatan baru yang tidak ada contohnya, baik dalam masalah dunia maupun syari'at, namun hadits tersebut maksudnya adalah bid'ah istilah yang hanya menyangkut masalah agama, adapun yang tidak termasuk dalam masalah agama, atau yang ada asalnya dalam agama, maka yang demikian itu termasuk bid'ah secara bahasa.Oleh karena itu mereka mencontohkan beberapa bidah tersebut seperti memelihara ilmu dengan cara menulisnya, membantah para mulhid dengan menegakkan dalil atas mereka, membangun madrasah, perluasan dalam warna makanan dan pakaian yang bernilai tinggi, dan yang lainnya yang termasuk bid'ah secara bahasa. Ini menunjukkan bahwa tidak terdapat khilaf dikalangan para ulama bahwa bid'ah dalam istilah syari'at itu sesat secara mutlak. Wallahul muwaffiq.
[1] Lihat pula pembahasan yang terperinci tentang makna bid'ah secara istilah dalam kitab: Mauqif ahlis-sunnah: 1/90-92.

[2] Mauqif ahlus sunnah: 1/ 93.

[3] HR.Muslim: 867.

[4] Diriwayatkan oleh Al-Lalaka'i dalam syarah ushul I'tiqod ahlissunnah :1/126.

[5] Lihat Al-I'tishom: 1/187-189.Dan lihat pula kitab :Mauqif ahlis sunnah: 1/ 73-88.

[6] Zikir berjamaah, sunnah atau bid'ah, tulisan Ahmad Dimyathi: 49-54.

[7] Dzikir berjama'ah, sunnah atau bid’ah : 31

[8] Jami'ul ulum walhikam:252.

[9]HR.Abu Dawud dan Tirmidzi dari hadits Irbadh bin Sariyah radhiallahu anhu.Berkata Tirmidzi: hadits hasan shahih

[10] Jami'ul ulum wal hikam: 249.

[11] Jami'ul ulum :249.

[12] Jami'ul ulum: 249

[13] Mudzakkiroh fii ushuul alfiqh,karangan Syinqithi:181.

[14] Lihat :Ahkamul Jum'ah wa Bida'uha, tulisan Syeikhuna Yahya al-Hajuri : 166-168.

[15] Lihat :jamiul ulum wal hikam: 251

[16] Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Abdil Bar, lihat minhajul firqoh annajiyah. Muhammad Jamil Zainu: 159.

[17]Al-Qiyamah: 17

[18] Seperti kita ketahui bahwa Al-Qur’an tidak disusun secara urut berdasarkan turunnya ayat. Ayat yang turun lebih dahulu bisa saja ditaruh di akhir atau di tengah kitab dan sebaliknya. Sehingga = membukukan Al-Qur’an pada waktu itu tentu saja sangat sulit bahkan tidak mungkin dilakukan selagi wahyu masih terus turun. (Ed)

[19]HR.Ibnu Abi Ashim dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahihul jami', (lihat kitab: Ilmu Ushul bida', karangan Ali Alhalabi, 232(.

[20]Lihat Al-Muwafaqoot, karangan Asy-Syathibi,3/251).

[21]diriwayatkan oleh Abu Tohir dalam "fawa'id-nya.Lihat kitab: Al-Ajwibah annafi'ah, oleh Al-Allamah Al-Albani :hal: 11

[22] Al-ajwibah An-Nafi'ah: 11-12.

[23] HR.Bukhari, Abu Dawud, An-Nasaai, Tirmidzi,dll

[24] Al-Ajwibatun Nafi'ah: 9.

[25] Shahih Bukhari, kitab At-Tahajjud: 1129.

[26] Lihat: mauqif ahlissunnah:1/109-110).

[27] Iqtidho' ash-shirotol mustaqim.syeikhul islam Ibnu Taimiyyah: 1/593

[28] Lihat kitab : rof'ul malam an aimmatil a'laam, Syeikhul islam Ibnu Taimiyyah: 9-34, Lihat pula kitab Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, alkhilaf bainal ulama

[29] Dzikir Berjama'ah, Ahmad Dimyathi: 52.

[30] Hadits shahih riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, At-Tirmidzi, Baihaqi, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu.

[31] Lihat kitab:sifat shalat Nabi, Al-Albani: 46-54

[32] Sifat shalat Nabi, Al-Albani: 54.

[33] Lihat kitab : Subulussalam, As-Shan'ani: 2/103-104.

[34] Lihat kitab: dalil al-falihin, Ibnu Allan :1/308-309

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan

Kritik dan Sarannya tafadhol

Blog Sahabat Sunnah