Pendekar Sunnah - Abu Fajri Khusen's Blog

Sabtu, 03 Juli 2010

Mereka yang Mabuk Kekuasaan

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Dakwah, sebuah tugas mulia yang diemban oleh para pengikut nabi yang setia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah di atas landasan bashirah/ilmu, inilah jalanku dan orang-orang yang setia mengikutiku. Maha suci Allah, aku bukan termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108).

Bahkan, kita pun tahu bahwa jalan dakwah merupakan jalannya orang-orang yang beruntung, orang-orang yang selamat dari kerugian. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya semua orang benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam kebenaran (berdakwah) dan saling menasehati untuk menetapi kesabaran.” (QS. al-‘Ashr: 1-3)

Namun, satu hal yang perlu diingat pula oleh setiap orang yang menisbatkan dirinya kepada dakwah yang agung ini, bahwa dakwah para nabi dan rasul di sepanjang jaman tidak pernah mengalami perubahan asas dan tujuan. Sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah -yang telah mengutus mereka- di dalam firman-Nya (yang artinya), “Sungguh, Kami telah mengutus kepada setiap umat, seorang rasul yang menyerukan; sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36). Artinya, dakwah tauhid dan pemberantasan syirik merupakan agenda utama dakwah yang sama sekali tidak boleh disepelekan, apalagi dianggap tidak relevan atau isu masa silam yang sudah ketinggalan jaman[?!]

Kita semua ingat, tidaklah mulia suatu kaum -di sisi Allah, meskipun tampak hina di mata manusia- kecuali karena tauhid, ketakwaan, dan komitmen mereka terhadap ajaran Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya agama yang sah di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19). Allah ‘azza wa jalla juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan diterima darinya, dan di akherat kelak dia pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran: 85). Allah tabaraka wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa.” (QS. al-Hujurat: 15).

Sebab tauhid, keimanan dan bimbingan al-Qur’an itulah yang menjadi pondasi kebaikan umat manusia. Yang dengannya mereka hidup dan bahagia, yang dengannya mereka akan bisa merasakan indahnya surga. Allah jalla dzikruhu menyatakan (yang artinya), “Tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama secara lurus,…” (QS. al-Bayyinah: 5). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya maka sungguh dia akan mendapatkan kemenangan yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 71). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat kedudukan sebagian kaum karena Kitab ini dan menghinakan yang lain juga karenanya.” (HR. Muslim)

Maka sungguh amat menyedihkan, apabila ada sebagian golongan umat ini yang berjuang mengatasnamakan dakwah dan Islam kemudian menyingkirkan agenda besar umat Islam yaitu dakwah tauhid dan sunnah serta pemberantasan syirik dan bid’ah demi meraih kursi dan jabatan. Subhanallah! Tidak layak bagi mereka untuk mencatut firman Allah –yang mengisahkan ucapan Nabi Syu’aib ‘alaihis salam- (yang artinya), “Tiada yang kuinginkan melainkan melakukan perbaikan selama aku masih berkemampuan…” (QS. Huud: 88).

Wahai saudaraku -fillah- dakwah macam apakah ini? Mengorbankan agama demi mendapatkan ceceran kesenangan dunia dan fatamorgana… Kembalilah kepada Allah dan Rasul-Nya, kembalilah kepada para ulama Rabbani pengikut pemahaman generasi utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah melakukan amal-amal sebelum datangnya terpaan fitnah laksana potongan-potongan malam yang gelap gulita, sehingga membuat seorang yang pada pagi harinya beriman namun pada sore harinya berubah menjadi kafir, atau sorenya beriman namun pagi hari kemudian menjadi kafir. Dia rela menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan dunia.” (HR. Muslim).

Sementara Rabb kita ‘azza wa jalla telah membakukan kriteria amal yang diterima di sisi-Nya dengan firman-Nya (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan janganlah dia mempersekutukan apapun dalam beribadah kepada Rabbnya barang sedikitpun.” (QS. al-Kahfi: 110). Ingatlah kata para ulama kita, amal dikatakan salih jika selaras dengan Sunnah Nabi-Nya, dan dikatakan ikhlas jika dipersembahkan hanya untuk-Nya, bukan untuk mencari dunia atau perempuan yang ingin dikawininya! Tidakkah kita ingat sebuah ayat yang mulia yang senantiasa kita baca dalam setiap raka’at kita, Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” Wahai saudaraku -fillah- inilah tujuan dan cita-cita hidupmu!

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Akidah yang benar merupakan pondasi tegaknya agama dan syarat sah diterimanya amalan. Hal itu sebagaimana yang difirmankan oleh Allah (yang artinya), “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. al-Kahfi: 110). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu: Seandainya kamu berbuat syirik niscaya akan lenyap seluruh amalmu, dan kamu pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. az-Zumar: 65). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya. Ingatlah, untuk Allah agama/ketaatn yang tulus/murni itu.” (QS. az-Zumar: 2-3). Maka ayat-ayat yang mulia ini serta ayat-ayat lain yang semakna -dan itu banyak jumlahnya- menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima kecuali apabila bersih dari syirik. Oleh sebab itulah maka fokus perhatian para rasul -semoga salawat dan keselamatan dicurahkan Allah kepada mereka- menjadikan perbaikan akidah sebagai prioritas utama dakwahnya…” (at-Tauhid li ash-Shaff al-Awwal al-’Aali, hal. 9-10)

muhdatsaatil umuur..Fa inna kulla muhdatsatin bid’ah. Wa kulla bid’atin dholalah! Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan

Kritik dan Sarannya tafadhol

Blog Sahabat Sunnah