Apa kaito eh, apa kaitannya sukses sama nulis?
Lagian orang sukses ga harus jadi penulis, kan!?
Harus! Setiap orang yang pengen sukses, kudu jadi penulis (maksa). Coba lihat deh, kayaknya dari segala segi kehidupan, pekerjaan yang banyak kita kakukan ya nulis itu. Kita para pelajar di sekolah atau mahasiswa jurusan apa aja, pasti pake nulis-nulis biar apa yang diterangkan guru nggak pada ilang dan lupa. Guru-guru juga begitu, pasti punya tulisan-tulisan entah itu ringkasan biar pas nerangin pelajaran sistematis, nggak loncat-loncat kayak kutu loncat. Terus, pencipta lagu pasti pake acara nulis (jangan jadi pencipta lagu, kalo maksa saya sumpahin biar ga jadi-jadi lagunya, dan kalo pun jadi juga ga bakalan laku), koki-koki yang jago masak nulis juga kan resep-resep penemuannya. Dan itu bisa jadi komersil. Miniman semua orang nulis diary or agenda kegiatan sehari-hari kan?
Tapi saya kan ga suka nulis.
Oh,, tidak bisa, kamu harus suka!
Soalnya nulis itu penting...ting...ting!!!
Kamu semua pasti punya tujuan dan udah ada rencana langkah-langkah yang bakal diambil. Masa' sih kamu nggak menuliskannya? Mau disimpan di otak aja? Yakin nih bakal nggak lupa? Tahu-tahu ada cewek or cowok cakep lewat, jadi lupa deh semuanya (oops afwan udah su'udzon), janji becandanya nggak gitu lagi deh.
"Tapi kan tidak semua orang bisa menulis?"
Siapa bilang? Dari kecil kan udah belajar menulis huruf A ampe Z?
Aduh, bukan menulis yang gitu ya maksudnya?
Iya sih, tidak semua orang bisa menyusun kata-kata hingga menjadi sebuah tulisan. Terkadang di pikiran udah ada, tapi susah sekali untuk menuliskannya. Apa boleh buat, harus dipaksa!
Jangan biarkan ide-ide cemerlang berseliweran di kepala kita tanpa kita tulis.
Kalo kamu masih susah buat menulis, ganti dengan mencatat. (sama aja kalee) Mencatat apa yang kamu Tulis atau Menulis apa yang kamu Catat.
Waduh, kenapa jadi saya yang bingung nih?
Sejatinya, rumus menjadi penulis sangat mudah, cuma ada tiga, yaitu :
1. Menulis,
2. Menulis, dan
3. Menulis.
Wa bil khusus bagi penuntut ilmu, baik ilmu dunia atau pun ilmu agama, menulis merupakan jurus wajib yang tak boleh diabaikan. Lihatlah seberapa pentingnya menulis di mata para ulama. Sya’bi berkata:
“Apabila engkau
mendengar sesuatu, maka
tulislah sekalipun di
tembok”.
(jaman sekarang kan banyak kertas, jadi ga usah nulis di tembok, nanti dimarahi Bapakmu, heu..)
Imam Syafi’I juga pernah bilang:
ﺍﻟْﻌِﻠْﻢُ ﺻَﻴْﺪٌ ﻭَﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺑَﺔُ
ﻗَﻴْﺪُﻩُ ﻗَﻴِّﺪْ ﺻُﻴُﻮْﺩَﻙَ
ﺑِﺎﻟْﺤِﺒَﺎﻝِ ﺍﻟْﻮَﺍﺛِﻘَﻪْ
ﻓَﻤِﻦَ ﺍﻟْﺤَﻤَﺎﻗَﺔِ ﺃَﻥْ
ﺗَﺼِﻴْﺪَ ﻏَﺰَﺍﻟَﺔً ﻭَﺗَﺘْﺮُﻛَﻬَﺎ
ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﺨَﻼَﺋِﻖِ ﻃَﺎﻟِﻘَﻪْ
Ilmu adalah buruan, dan tulisan
adalah ikatannya.
Ikatlah buruanmu dengan tali yang
kuat.
Termasuk kebodohan kalau engkau
memburu kijang,
Setelah itu kamu tinggalkan terlepas
begitu saja.[1]
Menarik juga ucapan Syaikh Abdul
Muhsin Abbad tentang dirinya:
“Kenanganku yang paling
menarik adalah buku-buku
kurikulum dan buku tulisku
ketika sekolah dulu semenjak
ibtidai ’yah, mutawassitah,
tsanawiyah dan jami’ah,
semuanya masih ada dalam
lemariku sampai sekarang ”.[2]
Subhanallah, bagaimana dengan kita, kemana buku-buku catatan kita waktu SD, SMP, SMA? Udah jadi bungkus gorengan?
Alangkah terkejutnya ketika saya membuka-buka kembali file-file waktu SMP dan SMA (SD udah hilang), termasuk buku diary, itu harta berhargaku saat ini.
Imam Bukhari yang digelari
sebagai “jabal
Hifzh” (hafalannya seperti
gunung), beliau bangun berkali-
kali dalam satu malam untuk
mencatat faedah. Berkata al-
Firabri:
“Pada suatu malam, saya pernah
bersama Muhammad bin Ismail
(Bukhari) di rumahnya, saya
menghitung dia bangun dan
menyalakan lampu untuk mengingat
ilmu dan mencatatnya sebanyak
delapan belas kali dalam satu
malam”.[3]
Imam Syafi’I (204 H) yang
namanya tak asing lagi bagi kita,
Kawannya al-Humaidi menceritakan
bahwa dirinya tatkala di Mesir
pernah keluar pada suatu malam,
ternyata lampu rumah Syafi ’I masih
nyala. Tatkala dia naik ternyata
dia mendapati kertas dan alat
tulis. Dia berkata: Apa semua ini
wahai Abu Abdillah (Syafi ’i)?! Beliau
menjawab: Saya teringat tentang
makna suatu hadits dan saya
khawatir akan hilang dariku, maka
sayapun segara menyalakan
lampu dan menulisnya ”.[4]
kalaulah manusia sejenius Imam Syafi'i saja takut ditimpa lupa, apalagi kita yang sulit hafal gampang lupa, perhatikan kaidah "komoh deui" ini, sobat.
jadi, sekarang apa yang mencegahmu untuk menulis?
Subang, 21 Rabi'ul Awwal 1432 H
------------------oO-------------------
catatan kaki (padahal natatnya pake tangan):
[1]. Diwan Syafi'i hal. 103
[2]. Akhir kitab ar-Radd Ala Man Kadzdzaba Ahadits Shahihah Anil Mahdi.
[3]. Siyar A'lam Nubala' 12/404.
[4]. Adab Syafi'i wa Manaqibuhu, Ibnu Abi Hatim hal. 44-45.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan