Lanjutan Syarah Hadits no. 1
قَوْلُهُ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ هُوَ بنُ عُيَيْنَةَ بْنِ أَبِي عِمْرَانَ الْهِلاَلِيُّ أَبُو مُحَمَّدٍ الْمَكِّيُّ أَصْلُهُ وَمَوْلِدُهُ الْكُوفَةُ وَقَدْ شَارَكَ مَالِكًا فِي كَثِيرٍ مِنْ شُيُوخِهِ وَعَاشَ بَعْدَهُ عِشْرِينَ سَنَةً وَكَانَ يَذْكُرُ أَنَّهُ سَمِعَ مِنْ سَبْعِينَ مِنَ التَّابِعِينَ
Perkataan: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ (haddatsanaa sufyaan) "Sufyan meriwayatkan kepada kami." Dia adalah Sufyan bin 'Uyainah bin Abi Imran al-Hilali Abu Muhammad al-Makki, berasal dan lahir di Kufah. Ia juga meriwayatkan dari banyak guru yang diambil riwayatnya oleh Imam Malik. Beliau masih tetap hidup sepeninggal Imam malik kurang lebih selama 20 tahun. Disebutkan bahwa beliau meriwayatkan dari 70 orang tabi'in.
قَوْلُهُ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الأَنْصَارِيُّ اسْمُ جَدِّهِ قَيْسُ بْنُ عَمْرٍو وَهُوَ صَحَابِيٌّ وَيَحْيَى مِنْ صِغَارِ التَّابِعِينَ وَشَيْخُهُ مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ خَالِدٍ التَّيْمِيُّ مِنْ أَوْسَاطِ التَّابِعِينَ وَشَيْخُ مُحَمَّدٍ عَلْقَمَةُ بْنُ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيُّ مِنْ كِبَارِهِمْ فَفِي الإِسْنَادِ ثَلاَثَةٌ مِنَ التَّابِعِينَ فِي نَسَقٍ
Perkataan: عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ ('an yahyabni sa'iid) "Dari Yahya bin Sa'id." atau حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الأَنْصَارِيُّ (haddatsanaa yahyabnu sa'iidinil anshaariy) "Yahya bin Sa'id al-Anshari meriwayatkan kepada kami." Nama kakek Yahya adalah Qais bin 'Amr ia seorang Sahabat Nabi. Yahya termasuk shighar tabi'in (tabi'in kecil). Gurunya, yakni Muhammad bin Ibrahim bin al-Harits bin Khalid at-Taimi termasuk ausath tabi'in (tabi'in pertengahan). Dan guru Muhammad, yakni 'Alqamah bin Waqqash al-Laitsi termasuk kibar tabi'in (pembesar tabi'in). Jadi bisa dikatakan bahwa dalam sanad hadits tersebut terdapat 3 orang tabi'in.
وَفِي الْمَعْرِفَةِ لإِبْنِ مَنْدَهْ مَا ظَاهِرُهُ أَنَّ عَلْقَمَةَ صَحَابِيٌّ فَلَوْ ثَبَتَ لَكَانَ فِيهِ تَابِعِيَّانِ وصَحَابِيَّانِ يَكُونُ قَدِ اجْتَمَعَ فِي هَذَا الإِسْنَادِ أَكْثَرُ الصِّيَغِ الَّتِي يَسْتَعْمِلُهَا الْمُحَدِّثُونَ وَهِيَ التَّحْدِيثُ وَالإِخْبَارُ وَالسَّمَاعُ وَالْعَنْعَنَةُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Dalam kitab al-Ma'rifah karya Ibnu Mandah pernyataan yang sangat mengesankan bahwa 'Alqamah ini termasuk seorang Sahabat Nabi. Jika ini benar maka dalam sanad hadits tersebut terdapat 2 orang Tabi'in dan 2 orang Sahabat. Dalam sanad riwayat hadits ini terkumpul sebagian besar bentuk periwayatan yang biasa digunakan oleh para ahli hadits diantaranya, tahdits, ikhbar, sama', dan 'an'anah. Wallahu a'lam.
وَقَدِ اعْتُرِضَ عَلَى الْمُصَنِّفِ فِي إِدْخَالِهِ حَدِيثَ الأَعْمَالِ هَذَا فِي تَرْجَمَةِ بَدْءِ الْوَحْيِ وَأَنَّهُ لاَ تَعَلُّقَ لَهُ بِهِ أَصْلاً بِحَيْثُ إِنَّ الْخَطَّابِيَّ فِي شَرْحِهِ وَالإِسْمَاعِيلِيَّ فِي مُسْتَخْرَجِهِ أَخْرَجَاهُ قَبْلَ التَّرْجَمَةِ لاِعْتِقَادِهِمَا أَنَّهُ إِنَّمَا أَوْرَدَهُ لِلتَّبَرُّكِ بِهِ فَقَطْ
Dan ada beberapa kritik terhadap penulis karena dimasukkannya hadits ini pada pembahasan bab awal mula turunnya wahyu, karena tidak ada kaitannya sama sekali. Sehingga al-Khaththabi dalam Kitab Syarah-nya dan al-Isma'ili dalam Kitab Mustakhraj-nya memasukkan hadits ini sebelum bab awal mula turunnya wahyu. Menurut pendapat mereka berdua, penulis memasukkan hadits ini hanya untuk tabarruk saja.
وَاسْتَصْوَبَ أَبُو الْقَاسِمِ بْنُ مَنْدَهْ صَنِيعَ الإِسْمَاعِيلِيِّ فِي ذَلِك وَقَالَ بنُ رَشِيدٍ لَمْ يَقْصِدِ الْبُخَارِيُّ بِإِيرَادِهِ سِوَى بَيَانِ حُسْنِ نِيَّتِهِ فِيهِ فِي هَذَا التَّأْلِيفِ وَقَدْ تُكُلِّفَتْ مُنَاسَبَتُهُ لِلتَّرْجَمَةِ فَقَالَ كُلٌّ بِحَسَبِ مَا ظَهَرَ لَهُ انْتَهَى
Abul Qasim ibnu Mandah menganggap benar pendapat al-Isma'ili. Ibnu Rasyid berkata, "Imam al-Bukhari memasukkan hadits ini untuk menjelaskan keikhlasan niatnya ketika menulis kitab ini dan saya sudah mencoba mengaitkan keterkaitan hadits ini dengan bab. Setiap orang berpendapat sesuai dengan apa yang menurutnya benar."
وَقَدْ قِيلَ إِنَّهُ أَرَادَ أَنْ يُقِيمَهُ مَقَامَ الْخُطْبَةِ لِلْكِتَابِ لأَنَّ فِي سِيَاقِهِ أَنَّ عُمَرَ قَالَهُ عَلَى الْمِنْبَرِ بِمَحْضَرِ الصَّحَابَةِ فَإِذَا صَلَحَ أَنْ يَكُونَ فِي خُطْبَةِ الْمِنْبَر صلح أَن يَكُونَ فِي خُطْبَةِ الْكتَابِ
Ada juga yang mengatakan bahwa penulis memasukkannya sebagai muqaddimah kitab ini. Karena dalam riwayat itu disebutkan bahwa 'Umar bin al-Khaththab menyebutkan hadits ini di atas mimbar di hadapan para Sahabat. Jika saja hadits ini boleh digunakan untuk muqaddimah khutbah di atas mimbar tentu juga boleh digunakan untuk muqaddimah sebuah kitab.
وَحَكَى الْمُهَلَّبُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ بِهِ حِينَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ مُهَاجِرًا فَنَاسَبَ إِيرَادَهُ فِي بَدْءِ الْوَحْيِ لأَنَّ الأَحْوَالَ الَّتِي كَانَتْ قَبْلَ الْهِجْرَةِ كَانَتْ كَالْمُقَدِّمَةِ لَهَا لأَنَّ بِالْهِجْرَةِ افْتُتِحَ الإِذْنُ فِي قِتَالِ الْمُشْرِكِينَ وَيَعْقُبُهُ النَّصْرُ وَالظَّفَرُ وَالْفَتْحُ انْتَهَى
Al-Muhallab meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan hadits ini ketika khutbah saat beliau tiba hijrah di Madinah. Maka menurutnya sangat tepat dimasukkan dalam pembahasan tentang awal mula turunnya wahyu. Karena kondisi sebelum hijrah ibarat muqaddimah bagi turunnya wahyu. Dan dengan hijrah maka mulailah diizinkan berperang melawan kaum musyrikin, yang berakhir dengan kemenangan demi kemenangan bagi kaum muslimin.
وَهَذَا وَجْهٌ حَسَنٌ إِلاَّ أَنَّنِي لَمْ أَرَ مَا ذَكَرَهُ مِنْ كَوْنِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ بِهِ أَوَّلَ مَا هَاجَرَ مَنْقُولاً
Pendapat ini bagus. Tapi saya belum menemukan riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah dengan menggunakan hadits ini saat tiba pertama kali di Madinah.
وَقَدْ وَقَعَ فِي بَابِ تَرْكِ الْحِيَلِ بِلَفْظِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ الْحَدِيثَ
Pada bab "Perintah Meninggalkan Hiilah" disebutkan, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya setiap amalan itu tergantung niatnya." (al-Hadits)
فَفِي هَذَا إِيمَاءٌ إِلَى أَنَّهُ كَانَ فِي حَالِ الْخُطْبَةِ أَمَّا كَوْنُهُ كَانَ فِي ابْتِدَاءِ قُدُومِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلَمْ أَرَ مَا يَدُلُّ عَلَيْهِ وَلَعَلَّ قَائِلَهُ اسْتَنَدَ إِلَى مَا رُوِيَ فِي قصَّة مهَاجر أم قيس
Ini merupakan isyarat bahwa beliau mengucapkannya saat sedang berkhutbah. Ada yang mengatakan bahwa itu terjadi saat pertama kali beliau tiba di Madinah, Aku belum menemukan riwayatnya. Barangkali pendapat itu berpatokan pada kisah muhajir Ummu Qais.
قَالَ بن دَقِيقِ الْعِيدِ نَقَلُوا أَنَّ رَجُلًا هَاجَرَ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ لايُرِيدُ بِذَلِكَ فَضِيلَةَ الْهِجْرَةِ وَإِنَّمَا هَاجَرَ لِيَتَزَوَّجَ امْرَأَةً تُسَمَّى أُمَّ قَيْسٍ فَلِهَذَا خُصَّ فِي الْحَدِيثِ ذِكْرُ الْمَرْأَةِ دُونَ سَائِرِ مَا يُنْوَى بِهِ انْتَهَى وَهَذَا
Ibnu Daqiq al-'Ied berkata, "Menurut kisah, ada seorang laki-laki berhijrah dari Mekkah ke Madinah namun bukan demi mendapatkan keutamaan hijrah. Dia berhijrah untuk menikahi seorang wanita bernama Ummu Qais. Oleh karena itu dalam hadits tersebut hanya disebutkan wanita, dan tidak disebutkan hal-hal lain dalam kaitannya dengan niat."
لَوْ صَحَّ لَمْ يَسْتَلْزِمِ الْبَدَاءَةَ بِذِكْرِهِ أَوَّلَ الْهِجْرَةِ النَّبَوِيَّةِ وَقِصَّةُ مُهَاجِرِ أُمِّ قَيْسٍ رَوَاهَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ شَقِيقٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ هُوَ بن مَسْعُودٍ قَالَ مَنْ هَاجَرَ يَبْتَغِي شَيْئًا فَإِنَّمَا لَهُ ذَلِكَ هَاجَرَ رَجُلٌ لِيَتَزَوَّجَ امْرَأَةً يُقَالُ لَهَا أُمُّ قَيْسٍ فَكَانَ يُقَالُ لَهُ مُهَاجِرُ أُمِّ قَيْسٍ
Kalaupun perkataan ini benar, tetap tidak dapat dikatakan bahwa hadits ini disebutkan di awal hijrah. Kisah tentang muhajir Ummu Qais ini diriwayatkan oleh Sa'id bin Mansur, dia berkata: Abu Mu'awiyah memberitahukan kepada kami dari al-A'masy dari Syaqiq dari 'Abdullah bin Mas'ud dia berkata: "Barangsiapa berhijrah karena sesuatu, maka hanya itulah yang akan didapatkannya. Ada seorang laki-laki berhijrah karena hendak menikahi seorang wanita bernama Ummu Qais. Lantas ia dipanggil Muhajir Ummu Qais."
وَرَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ مِنْ طَرِيقٍ أُخْرَى عَنِ الْأَعْمَشِ بِلَفْظِ كَانَ فِينَا رَجُلٌ خَطَبَ امْرَأَةً يُقَالُ لَهَا أُمُّ قَيْسٍ فَأَبَتْ أَنْ تَتَزَوَّجَهُ حَتَّى يُهَاجِرَ فَهَاجَرَ فَتَزَوَّجَهَا فَكُنَّا نُسَمِّيهِ مُهَاجِرَ أُمِّ قَيْسٍ وَهَذَا إِسْنَادٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ لَكِنْ لَيْسَ فِيهِ أَنَّ حَدِيثَ الأَعْمَالِ سِيقَ بِسَبَبِ ذَلِكَ وَلَمْ أَرَ فِي شَيْءٍ مِنَ الطُّرُقِ مَا يَقْتَضِي التَّصْرِيحَ بِذَلِكَ وَأَيْضًا فَلَوْ أَرَادَ الْبُخَارِيُّ إِقَامَتَهُ مَقَامَ الْخُطْبَةِ فَقَط إِذْ الإِبْتِدَاءَ بِهِ تَيَمُّنًا وَتَرْغِيبًا فِي الإِخْلاَصِ لَكَانَ سِيَاقه قَبْلَ التَّرْجَمَةِ كَمَا قَالَ الإِسْمَاعِيلِيُّ وَغَيْرُهُ
Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari jalur lain dari al-A'masy dengan lafazh, "Dahulu ada seorang laki-laki yang ingin meminang seorang wanita bernama Ummu Qais. Namun si wanita enggan menerimanya kecuali jika ia bersedia hijrah. Maka laki-laki itu pun berhijrah lalu menikahinya. Kami pun menjulukinya Muhajir Ummu Qais." Sanadnya shahih sesuai dengan kriteria al-Bukhari dan Muslim. Namun tidak ada keterangan bahwa hadits niat ini diucapkan dalam konteks kisah tersebut. Saya pun tidak menemukan keterangan dalam riwayat-riwayat tersebut yang mengisyaratkan hal itu. Demikian juga seandainya penulis memncantumkan hadits ini sebagai muqaddimah atau untuk mengharap tabarruk dan mengharapkan keikhlasan amal, seharusnya beliau mencantumkan sebelum bab sebagaimana dikatakan oleh al-Isma'ili dan selainnya.
______________________
Diterjemahkan secara bebas oleh Abu Miqdad Abdurrozzaq Al-atsariy.
Bersambung insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan