Pendekar Sunnah - Abu Fajri Khusen's Blog

Rabu, 27 Juni 2012

Mukhtashar Tafsir QS. Al Baqarah Ayat 25

Assalaamu "alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.Alhamdulillah yang masih mempertemukan kita kembali dalam mempelajari makna kandungan firman-Nya yang tak jemu-jemu kita menunggu dalam rindu,
hmm.. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah atas Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.

Sobat sunnah yang aku cintai karena Allah, langsung saja kita lanjutkan pembahasan kita, kali ini tak ada review, tak banyak muqoddimah...

وَبَشِّرِ الَّذِين آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنْهَا مِن ثَمَرَةٍ رِّزْقاً قَالُواْ هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ وَأُتُواْ بِهِ مُتَشَابِهاً وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ 
 [Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang beriman dan beramal sholeh, bahwa bagi mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Setiap kali mereka diberi rezeki dari buah-buahan di dalamnya, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu (di dunia)." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan baginya di dalamnya ada pasangan yang suci, serta mereka kekal di dalamnya.] 


 
(Dan sampaikanlah berita gembira) kabarkanlah (kepada orang- orang yang beriman) yang membenarkan
Allah (dan mengerjakan kebaikan), baik yang fardu atau yang sunah (bahwa bagi mereka disediakan
surga-surga), yaitu taman-taman yang ada pepohonan dan tempat- tempat kediaman (yang mengalir di
bawahnya) maksudnya di bawah kayu- kayuan dan mahligai- mahligainya (sungai-sungai) maksudnya air
yang berada di sungai-sungai itu, karena sungai artinya ialah galian tempat mengalirnya air, sebab airlah yang
telah menggali atau menjadikannya 'nahr' dan menisbatkan 'mengalir' pada selokan disebut 'majaz' atau
simbolisme. (Setiap mereka diberi rezeki di dalam surga itu) maksudnya diberi makanan (berupa buah-buahan, mereka mengatakan, "Inilah yang pernah) maksudnya seperti inilah yang pernah (diberikan kepada kami dulu"), yakni sebelum masuk surga, karena buah-buahan itu seperti itu pula ciri masing-masingnya, hampir serupa.
(Mereka disuguhi) atau dipetikkan buah itu (dalam keadaan serupa), yakni warnanya tetapi berbeda rasanya, (dan diberi istri-istri) berupa wanita- wanita cantik dan selainnya, (yang suci) suci dari haid dan dari kotoran
lainnya, (dan mereka kekal di dalamnya) untuk selama-lamanya, hingga mereka tak pernah fana dan tidak pula dikeluarkan dari dalamnya.



Setelah menyebutkan tentang keadaan neraka pada ayt sebelumnya, Allah seimbangkan dengan menyebutkan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih akan adanya surga dan segala keindahan dan kenikmatan di dalamya.
Begitulah Kalau kita berdakwah, harus seimbang antara memberi peringatan tentang adanya siksa yang amat pedih bagi siapa yang melanggar larangan Allah dan tidak menjalankan perintah-Nya. Serta memberi kabar gembira akan adanya surga yang disiapkan untuk siapa saja yang menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.


Jangan sampai kita berdakwah hanya dari satu sisi saja. Ada yang gemarnya berdakwah menyampaikan fadhilah shalat, zakat, ta'addud, dll. tapi tidak disampaikan ancaman bagi yang meninggalkan shalat, yang berbuat syirik, dll. 


Ada pula yang gemarnya mentahzhir. hadeuh.


Ayat ini juga menjelaskan hakikat surga. Yakni bahwa surga sebetulnya adalah perwujudan nyata dari seluruh harapan-harapan manusia di dunia, yang karena satu dan lain hal banyak yang tidak terpenuhi. Coba simak penggalan ini: كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنْهَا مِن ثَمَرَةٍ رِّزْقاً قَالُواْ هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ (kullamā ruziquw minhā min tsamaratin rizqā qāluw hādzal-ladziy ruziqnā min qablu); artinya: Setiap kali mereka diberi rezeki dari buah-buahan di dalamnya (maksudnya di dalam surga itu), mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu (di dunia)." Ayat ini tidak bisa difahami bahwa kalau begitu surga bukanlah hal yang luar biasa karena toh apa yang ditawarkan di sana itu juga yang kita temukan di dunia. Melalui ayat ini, Allah hendak menyampaikan beberapa pesan. Pertama, yang disebut manusia bukan hanya saya, Anda, atau mereka. Yang disebut manusia ialah sejak manusia pertama hingga manusia terakhir kelak. Usia manusia mungkin puluhan ribu tahun, atau bahkan jutaan tahun; dan selama itu terjadi perubahan terus menerus mengikuti irama perkembangan budaya, peradaban, dan ilmu pengetahuan manusia. Artinya sangat banyak yang dirasakan manusia sekarang tidak dirasakan manusia sebelumnya; begitu juga sebaliknya. Kalau usia saya, Anda dan mereka, paling banter 60 atau 70 tahun saja, lalu berapa banyak yang bisa kita rasakan dibanding usia manusia yang rentangannya puluhan ribu tahun itu? “Allah bertanya (kepada mereka yang baru meninggal): ‘Berapa tahunkah lamanya kalian tinggal di bumi?’ Mereka menjawab: ‘Kami tinggal (di bumi, rasanya cuma) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung’.” (23:112-113)

Kedua, sebagai manusia materi, dalam kurun waktu sekarang pun kita dibatasi oleh ruang dan waktu. Dari jutaan jenis buah, yang bisa kita konsumsi tiap kali makan paling satu atau dua buah. Sehingga dengan usia yang ada rasa-rasanya tidak mungkin mengkonsumsi semua jenis buah tersebut sebelum kita diusung ke kuburan. Itu baru jenis buah, belum yang lain. Itu juga dengan asumsi kita memiliki kemampuan finansial untuk membelinya. Lantas bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki kemampuan finansial, atau sakit sehingga dilarang memakan jenis makanan tertentu, atau memiliki kemampuan finansial tetapi tetap tidak bisa mendatangkannya dari penjuru dunia yang jauh? “…Kami berfirman: ‘Turunlah kalian (ke dunia)! sebagian kalian (kelak) menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kalian ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan’.” (2:36 dan 7:24)

Ketiga, dari sisi hakikat (ontologi), semua jenis buah yang kita makan tidak lebih dari variasi bentuk-bentuk penampakan dari materi yang disimbolkan dengan tanah. Karena setiap jenis buah merupakan hasil kombinasi dari berbagai unsur yang membentuk dunia materi; misalnya: tanah, air, matahari, udara, temperature, iklim, mikroba, dan berbagai lingkungan pendukung mikro dan makro lainnya. Sehingga bisa dikatakan, semua itu bukanlah buah yang sesungguhnya. Meminjam istilah Plato, semua itu hanyalah duplikat-duplikat belaka saja. Aslinya ada di alam sana. “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, (hanyalah) perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (57:20, lihat juga 3:185)
Kesimpulannya, manusia membutuhkan dunia yang lain, dunia hakikat, dunia yang sesungguhnya, yang bisa menjadi tempat untuk memenuhi harapan-harapannya yang tidak terpenuhi di dunia materi ini. “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan permainan. Dan sungguh akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau mereka mengetahui.” (29:64)






Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan

Kritik dan Sarannya tafadhol

Blog Sahabat Sunnah