Pendekar Sunnah - Abu Fajri Khusen's Blog

Senin, 07 September 2009

MEMAJUKAN WAKTU SUBUH ADALAH BID'AH KUNO

Pembaca yang dirahmati Allah, melanjutkan apa yang telah kami sampaikan pada edisi sebelumnya, seputar kesalahan penanggalan yang menjadi pegangan di Negara-negara Islam, dalam hal penentuan waktu masuknya shalat Subuh. Berikut ini kami akan membuktikan bahwa mendahulukan waktu shalat Subuh dari waktu yang seharusnya adalah bid'ah mungkar sejak zaman terdahulu. Setiap kali terjadi, setiap itu pula para ulama mengingkarinya.

Pendapat para ulama

Ibn Hajar Rahimahullah mengatakan, "Termasuk bid'ah mungkar adalah apa yang diada-adakan di zaman ini, berupa mengumandangkan adzan kedua sekitar 1/3 jam (20 menit) sebelum waktu fajar di bulan Ramadhan, mematikan lampu-lampu yang menjadi tanda haramnya makan dan minum bagi siapa yang hendak puasa, mereka mengaku bahwa hal ini dilakukan untuk kehati-hatian dalam ibadah, dan tidak mengetahui hal ini kecuali sedikit saja dari manusia." Silahkan dirujuk, Fathulbari, 4/199.

Serupa dengan masalah ini adalah apa yang terjadi di zaman kita sekarang ini, karena sebagian besar penanggalan memasukkan waktu shalat Subuh sebelum waktunya yang syar'i, dengan perbedaan yang beraneka ragam.

Taqiyuddin Al-Hilali dalam risalahnya yang berjudul "Bayanu Al-Fajri Ash-Shadiq wa Imtiyazuhu ani Al-Fajri Al-Kadzib (penjelasan tentang fajar shadiq dan perbedaannya dengan fajar kadzib), hal. 2, ia mengatakan, "Saya telah menemukan sesuatu yang tidak membutuhkan penelitian lagi, serta persaksian yang berulang-ulang, bahwa penentuan waktu adzan subuh tidak sesuai dengan penentuan waktu yang syar'i, karena muadzin mengumandangkan adzan sebelum munculnya fajar shadiq."

Ibn Hazm mengatakan, "Al-Hasan Al-Bashri pernah ditanya tentang orang yang adzan sebelum masuk waktu Subuh dengan tujuan untuk membangunkan orang? Maka beliau marah dan mengatakan,

عُلُوْجٌ فَرَاغٌ، لَوْ أَدْرَكَهُمْ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ لَأَوْجَعَ جُنُوْبَهُمْ، مَنْ أَذَّنَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَإِنَّمَا صَلىَّ أَهْلُ ذَلِكَ الْمَسْجِدِ بِإِقَامَةٍ لاَ أَذَانَ فِيْهِ.

"'Uluj Faragh, (yang berarti orang-orang keterlaluan yang pengangguran), seandainya Umar bin Khathab mendapati mereka tentu ia akan memukul sisi-sisi tubuh mereka. Siapa yang adzan sebelum waktu subuh, maka jama'ah masjid itu shalat berdasarkan iqamah saja, tidak ada adzan padanya (adzan tidak sah. Itu jika iqamahnya sudah masuk waktu, jika belum maka shalat tanpa adzan dan iqamah; shalat di luar waktu)."

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa ia (Al-Hasan Al-Bashri) mendengar seseorang adzan di malam hari, ia berkata,

عُلُوْجٌ تُبَارِي الدُّيُوْكَ: وَهَلْ كَانَ اْلأَذَانُ عَلىَ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ إِلاَّ بَعْدَ مَا يَطْلُعُ الْفَجْرُ.

"'Uluj (orang-orang kasar) berlomba dengan ayam! Bukankah adzan di masa Rasulullah –Shalallahu alaihi wa salam- tidak dilakukan kecuali setelah terbit fajar?"

Dari Ibrahim an-Nakha'i, disebutkan bahwa ia membenci dikumandangkannya adzan sebelum terbit fajar.

Darinya pula, ia mengatakan, "Alqamah bin Qais mendengar seseorang adzan di malam hari (sebelum terbit fajar), maka ia berkata, "Orang ini telah menyelisihi salah satu sunnah para sahabat Rasulullah -Shalallahu alaihi wasalam-, seandainya ia tidur di tikarnya, tentu itu lebih baik baginya." (Silakan merujuk kitab al-Muhalla, 3/118)

Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah, Hasan Bashri berkata: “Orang-orang kasar pengangguran, mereka tidak menyambung dengan iqamah. Seandainya Umar mendapati mereka, tentu sudah memukuli atau memukul kepada mereka.” (Mushannaf: 2306)

Dari sini menjadi jelas bagi kita, bahwa mendahulukan waktu adzan subuh bukanlah perkara baru dalam umat ini, sebaliknya telah terjadi di masa-masa yang lalu, akan tetapi itu kasus personal, individual (perseorangan) dan itupun sudah diingkari. Sedangkan yang terjadi di masa kita sekarang ini, maka ia merupakan bencana umum yang menimpa umat karena keterikatan dengan penanggalan yang di luar kemampuan mereka. Sekiranya umat ini memiliki kekuasaan (untuk membuatnya), tentu kejadian ini merupakan sesuatu yang didasarkan pada kesalahan dalam penentuan masuknya waktu fajar shadiq.


Kerusakan akibat adzan sebelum fajar shadiq

Sesungguhnya adzan sebelum masuknya waktu subuh (terbitnya fajar shadiq) menyebabkan banyak kerusakan (efek negatif), diantaranya:

1. Kebanyakan jama'ah, menyegerakan dalam melaksanakan shalat sunnah fajar, langsung setelah masuk masjid, dengan begitu ia telah shalat sunnah fajar sebelum waktunya.

2. Bersegera dalam makan sahur, tentu ini menyelisihi sunnah nabi –Shalallahu alaihi wasalam-.

3. Sucinya haidh seorang wanita, atau yang sedang nifas setelah waktu berdasarkan penanggalan yang ada sangat pendek, tidak mungkin ia bisa berpuasa di hari itu.

4. Shalatnya orang sakit dan orang tua di rumah-rumah, atau orang yang begadang semalaman hingga waktu fajar, yang langsung setelah adzan.

5. Shalatnya kaum wanita di rumah-rumah, yang kebanyakan mereka langsung mengerjakan shalat selesai adzan.

6. Manusia yang sedang di stasiun, terminal dan bandara, langsung melaksanakan shalat setelah adzan. (yang berarti shalat mereka tidak sah karena dilakukan sebelum waktunya).

Dan berbagai kerusakan lainnya. Seandainya anda menemukan satu kesalahan saja tentu sudah cukup menjadi alasan untuk merubah penanggalan itu. Bagaimana pula jika berkumpul semua kerusakan ini?

Sekarang tinggal satu pertanyaan penting, mengapa dan bagaimana kesalahan ini terjadi?

Saya akan menjawab, bahwa hal ini bukan sekedar kesalahan hari ini, bukan pula akibat penjajahan semata. Kesalahan penjajah adalah memasukkan penanggalan yang salah, akan tetapi kesalahan ini telah terjadi sebelum itu di tempat-tempat lain yang terpisah di negeri-negeri Islam. Berdasarkan penelitian, saya meyakini bahwa awal mula terjadinya kesalahan dalam penentuan waktu fajar shadiq adalah terjadi pada bulan Ramadhan, mengingat sudah dikenal sejak masa Nabi -Shalallahu alaihi wasalam- bahwa Bilal –Radiallahu anhu- adzan di malam hari, yakni adzan pertama, waktunya adalah pada saat munculnya fajar kadzib, tujuannya agar manusia bersiap sedia untuk menyambut terbitnya fajar shadiq.

Seiring dengan perputaran waktu, masalah ini menjadi bias pada sebagian orang, dan berlangsung seperti itu hingga masa kita sekarang ini. Ketika seorang adzan untuk waktu Subuh dengan hanya satu adzan, mereka mengandalkan adzan pertama (saat fajar kadzib) dan meninggalkan adzan kedua (fajar shadiq) waktu yang benar. Mereka mengira bahwa adzan yang pertama ini adalah permulaan terbitnya fajar shadiq. Wallahu a'lam.

Yang sungguh mengherankan lagi, bersama pergantian masa ini, adzan yang kedua pada banyak Negara (yang melakukan adzan subuh 2 kali) juga dilakukan sebelum masuknya waktu fajar shadiq.

Ibn Hajar –Rahimahullah- mengatakan, "Termasuk bid'ah mungkar adalah apa yang diada-adakan di zaman ini, berupa lantunan adzan kedua sekitar 1/3 jam sebelum waktu fajar di bulan Ramadhan, mematikan lampu-lampu yang menjadi tanda haramnya makan dan minum bagi siapa yang hendak puasa, mereka mengaku bahwa hal ini dilakukan untuk kehati-hatian dalam ibadah, dan tidak mengetahui hal ini kecuali sedikit saja dari manusia." (Silakan merujuk, Fathul Bari, 4/199)

Syaikh Ibn Taimiyah –Rahimahullah- mengatakan dalam menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, orang yang makan setelah adzan subuh di bulan Ramaadhan,

(اَلْحَمْدُ لِلَّهِ. أَمَّا إِذَا كَانَ الْمُؤَذِّنُ يُؤَذِّنُ قَبْلَ طُلُوْعِ الْفَجْرِ، كَمَا كَانَ بِلاَلٌ يُؤَذِّنُ قَبْلَ طُلُوْعِ الْفَجْرِ عَلىَ عَهْدِ النَّبِيِّ ، وَكَمَا يُؤَذِّنُ الْمُؤَذِّنُوْنَ فِيْ دِمِشْقٍ وَغَيْرِهَا قَبْلَ طُلُوْعِ الْفَجْرِ، فَلاَ بَأْسَ بِاْلأَكْلِ وَالشَّرَبِ بَعْدَ ذَلِكَ بِزَمَنٍ يَسِيْرٍ)

"Alhamdulillah, jika muadzin adzan sebelum masuknya waktu Subuh, sebagaimana Bilal adzan sebelum masuk fajar di masa Nabi -Shalallahu alaihi wasalam-, Seperti adzan di Damaskus dan lainnya yang dilakukan sebelum masuk waktu fajar, maka jika demikian tidak mengapa makan dan minum dalam waktu sebentar setelah adzan." (Majmu' Fatawa, 25/216)

Ini semua merupakan bukti bahwa kesalahan ini telah terjadi lama, sudah dikenal oleh para ulama.

Syihabuddin Al-Qarafi –Rahimahullah- menyebutkan, bahwa kesalahan ini sudah ada di zamannya, saya akan menukilkan kandungan ucapannya, mengingat banyaknya penggunaan istilah-istilah astronomi, ia mengatakan yang artinya, "Telah terjadi kebiasaan orang-orang adzan fajar sebelum terbitnya fajar. Sehingga seseorang tidak menemukan bekas (cahaya) fajar shadiq sama sekali. Ini tidak boleh, karena Allah menjadikan sebab wajibnya shalat adalah munculnya fajar di ufuk, jika belum tampak maka tidak boleh shalat, karena jika dilakukan berarti melaksanakan shalat sebelum waktunya dan sebelum sebabnya." (Dari kitab al-Furuq, 2/301) [*]

Sayang sekali, kami harus berhenti sampai di sini, insya Allah di edisi mendatang akan kami lanjutkan dengan pembahasan yang tidak kalah menarik. Ikuti terus!

* Majalah Qiblati Edisi 9 Volume 4

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan

Kritik dan Sarannya tafadhol

Blog Sahabat Sunnah