Pendekar Sunnah - Abu Fajri Khusen's Blog

Rabu, 05 Mei 2010

KASYFU SYUBHAT 2

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –Rahimahullah- Berkata dalam Kitab Kasyfu Syubhat :

Kemudian apabila dia mengatakan:‎

‎“Saya tidak menyembah kecuali kepada Allah, ‎sedangkan berlindung kepada orang-orang shalih dan ‎berdo’a kepada mereka semacam ini bukanlah ibadah”.‎

Maka, katakan kepadanya: “bukankah kamu ‎mengakui, bahwasanya Allah telah mewajibkan ‎kepadamu pemurnian ibadah hanya untuk-Nya, dan ‎itu merupakan hak Dia atas kamu? Jika dia ‎menjawab: ya, maka katakan padanya: “Coba ‎terangkan kepadaku apa yang telah Allah wajibkan ‎kepadamu, yaitu: keikhlasan, kemurnian beribadah ‎hanya untuk Allah semata, dan itu merupakan hak ‎Allah atas kamu.” ‎

Sesungguhnya dia tidak akan tahu apa itu ibadah ‎dan apa macam-macamnya (‎ ‎). Untuk itu terangkanlah ‎hal itu kepadanya dengan ucapan anda: Allah subahanahu wa ta’ala telah ‎befirman:‎

‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ٱدۡعُواْ رَبَّكُمۡ تَضَرُّعً۬ا وَخُفۡيَةً‌ۚ ‏ ‏ ‏ ‏

‎ “Berdo’alah kepada Rabbmu dengan berendah diri ‎dan suara yang lembut.” (QS.Al A’raaf: 55).‎

Lalu jika anda sudah memberi tahukan hal itu ‎kepadanya, maka katakan kepadanya: “apakah kamu ‎tahu, bahwa berdo’a itu merupakan ibadah kepada ‎Allah?‎

Maka, pasti dia akan mengatakan: ya, do’a itu ‎puncak ibadah. Lantas katakan kepadanya: “kalau ‎kamu sudah mengakui, bahwa do’a itu adalah ibadah ‎kepada Allah, dan kamu sendiri sudah berdo’a kepada ‎Allah sepanjang malam dan siang hari dengan rasa ‎takut dan harap, kemudian kamu berdo’a untuk ‎keperluan tertentu kepada seorang Nabi atau yang ‎lainnya; apakah bukan berarti kamu telah menjadikan ‎selain Allah sebagai sekutu Allah dalam beribadah ‎kepada-Nya? ‎

Maka, pasti dia akan menjawab: ya.‎

‎ Lalu katakan kepadanya lagi: “Apabila kamu sudah ‎mengamalkan firman Allah, di saat Dia berfirman:‎

‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ‏ ‏

‎“Maka dirikanlah shalat untuk Rabbmu, dan ‎sembelihlah kurban.” (QS. Al Kautsar: 2).‎

Dan kamu sudah taat kepada Allah serta sudah ‎pula menyembelih kurban untuk Dia; apakah hal ini ‎‎(bukan) merupakan ibadah?‎

Pasti ia akan menjawab: ya. ‎

Lantas katakan kepadanya: “jika kamu ‎menyembelih kurban demi untuk seseorang makhluk, ‎baik itu seorang nabi atau jin ataupun yang lainnya, ‎bukankah kamu sudah menjadikan selain Allah sekutu ‎bagi-Nya dalam beribadah kepada-Nya?. ‎

Dia pasti akan mengakui dan mengatakan: ya. Dan ‎katakan kepadanya lagi: “orang-orang musyrik -yang ‎mana Al-Qur’an telah turun menjelaskan tentang ‎keadaan mereka-, apakah mereka dulu senantiasa ‎menyembah malaikat, Orang-orang shalih, Al- Latta ‎dan yang lainya? ‎

Sudah pasti dia akan mengatakan: ya.‎

Maka katakan kepadanya: “bukankah ibadah ‎mereka kepada malaikat, orang-orang shalih dan yang ‎lain-lain itu hanya dalam bentuk do’a, penyembelihan ‎kurban, berlindung kepada mereka di saat ada ‎kebutuhan dan yang semacamnya? Jika tidak seperti ‎itu lalu apa? Mereka mengakui, bahwasanya mereka ‎adalah hamba-hamba Allah dan di bawah ‎kekuasaannya, dan bahwasanya Allah lah yang ‎mengatur segala urusan, namun mereka berdo’a ‎kepada malaikat, orang-orang shalih dan berlindung ‎kepada mereka karena mereka yakin bahwa yang ‎mereka puja itu memiliki jaah (kedudukan tinggi) dan ‎syafa’at, hal ini jelas sekali.‎

Kalau dia mengatakan: “Apakah engkau ‎mengingkari syafa’at Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berlepas diri ‎dari padanya?‎

‎ Maka jawablah: “Saya sama sekali tidak ‎mengingkari syafa’at itu, juga tidak berlepas diri ‎darinya, bahkan saya meyakini, bahwa beliau shalallahu ‘alaihi wasallam adalah ‎Asysyaafi’ (yang memberi syafa’at) dan Musyaffa’ ‎‎(mendapatkan hak memberi syafa’at dari Allah) dan ‎saya benar-benar mengharap syafa’at beliau itu, akan ‎tetapi, bagaimanapun juga semua syafa’at itu ‎kepunyaan Allah semata, sebagaimana yang ‎difirmanka-Nya:‎

‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ قُل لِّلَّهِ ٱلشَّفَـٰعَةُ جَمِيعً۬ا

Katakanlah:“Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu ‎semua.” (QS. Az Zumar: 44).‎

Dan tidak akan ada syafa’at itu kecuali sesudah ‎mendapatkan izin dari Allah. Allah subahanahu wa ta’ala berfirman:‎

‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ مَن ذَا ٱلَّذِى يَشۡفَعُ عِندَهُ ۥۤ إِلَّا بِإِذۡنِ ‏ ‏ ‏ ‏

‎ “Siapa yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah ‎tanpa izin-Nya?” (QS. Al Baqarah: 255). ‎

Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tidak akan dapat memberi syafa’at ‎terhadap seseorang kecuali sesudah Allah mengizinkan ‎untuk memberi syafa’at kepada orang itu, sebagaimana ‎Allah telah berfirman:‎

وَلَا يَشۡفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ٱرۡتَضَ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏

‎“Dan mereka tidak memberi syafa’at melainkan ‎kepada orang yang diridhai Allah.” (QSAl-Anbiyaa’:28).‎

Sedangkan Allah sendiri hanya ridha kepada ‎tauhid.” Seperti yang difirmankan-Nya:‎

‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَـٰمِ دِينً۬ا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡ ‏

‎“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, ‎maka sekali-sekali tidaklah akan diterima (agama itu) ‎dari padanya.” (QS. Ali ‘Imran: 85).‎

Jadi, jika syafa’at itu semuanya kepunyaan Allah ‎dan tidak akan ada kecuali sesudah mendapatkan izin ‎Allah, sedang Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam sendiri dan yang lainnya tidak ‎dapat memberi syafa’at terhadap seseorang sebelum ‎Allah mengizinkannya untuk memberi syafa’at kepada ‎seseorang itu, serta syafa’at itu hanya diizinkan untuk ‎ahli tauhid, maka dari sini menjadi jelas dan teranglah ‎bagi anda, bahwasanya syafa’at itu semuanya ‎kepunyaan Allah, dan saya akan memohon syafa’at itu ‎dari Dia. Untuk itu saya berdo’a: “Ya Allah, janganlah ‎engkau jadikan aku orang yang tak mendapatkan ‎bagian dari syafa’at Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, Ya Allah, berilah beliau ‎hak memberi syafa’at untukku,” dan do’a-do’a yang ‎sejenisnya”.‎

Apabila dia mengatakan: “Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam telah diberi hak ‎memberi syafa’at, lalu saya memohon kepada beliau shalallahu ‘alaihi wasallam ‎sebagian apa yang telah Allah berikan kepada beliau. ‎

Maka jawabannya sebagai berikut: “Sesungguhnya ‎Allah telah memberi beliau shalallahu ‘alaihi wasallam hak memberi syafa’at, ‎tetapi Dia melarang kamu berdo’a memohon kepada ‎Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Untuk itu Allah berfirman:‎

‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ فَلَا تَدۡعُواْ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدً۬ا ‏ ‏ ‏

‎ “Maka janganlah kamu berdo’a kepada seseorang ‎disamping (berdoa kepada) Allah.” (QS. Al Jin:18).‎

Dan juga, bahwasanya syafa’at itu juga diberikan ‎kepada selain Nabi shallahu ‘alaihi wasallam, maka benar, bahwasanya para ‎malaikat akan memberi syafa’at. Begitu juga para wali ‎itu akan memberi syafa’at. Lalu, apakah kamu ‎mengatakan: “sesungguhnya Allah telah memberi ‎kepada mereka (yang disebut di atas) itu hak memberi ‎syafa’at, dan saya memohon syafa’at itu dari mereka, ‎jika kamu memang mengatakan (mengakui) begitu, ‎maka berarti kamu telah kembali kepada ‎penyembahan kepada orang shalih yang sudah ‎nyatakan Allah dalam kitab-Nya, akan tetapi jika kamu ‎mengatakan: Tidak, (tidak mengatakan seperti ucapan ‎di atas), maka menjadi batal-lah ucapanmu terdahulu: ‎‎“Allah telah memberi kepada beliau Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam hak ‎memberi syafa’at, lalu saya memohon kepada beliau ‎sebagian apa yang sudah Allah berikan padanya.”‎

Lalu, kalau dia mengatakan sama sekali tidak ‎mempersekutukan sesuatupun dengan Allah. Dan ‎sekali-kali tidak, akan tetapi, berlindung (iltija’) kepada ‎orang-orang shalih bukanlah perbuatan syirik. ‎

Maka katakan kepada dia,” jika kamu sudah ‎mengakui, bahwasanya Allah telah mengharamkan ‎syirik, itu melebihi dari pada mengharamkan zina, dan ‎kamu mengakui pula, bahwasanya Allah tidak akan ‎mengampuni dosa syirik, maka masalah apa yang ‎diharamkan Allah dan Dia sebut bahwasanya Dia tidak ‎akan mengampuninya itu? pasti dia tidak akan tahu. ‎Maka, katakan lagi kepadanya: “lantas bagaimana ‎kamu membebaskan dirimu dari melakukan syirik, ‎sementara kamu sendiri tidak mengetahui syirik itu. ‎Atau bagaimana Allah mengharamkan syirik itu atas ‎kamu dan Dia menyebut bahwasanya Dia tidak akan ‎mengampuni dosa syirik itu, sementara kamu tidak ‎menanyakan apa itu syirik dan tidak mengetahuinya. ‎Apakah kamu mengira, bahwa Allah mengharamkan ‎syirik, tapi tidak menerangkannya kepada kita?

sumber: muwahiid

http://haulasyiah.wordpress.com/

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan

Kritik dan Sarannya tafadhol

Blog Sahabat Sunnah