Pendekar Sunnah - Abu Fajri Khusen's Blog

Selasa, 30 Agustus 2011

Tidak Jadi Lebaran (Dilema Opor Ayam)

Haduh...haduh..
Kasihan benar nasib ayam tetangga, dia mati sebelum Hari Raya Iedul fitri tiba (lho?).

Benar kata pepatah:
Maksud hati ingin membuat opor ayam buat lebaran,
namun apa daya lebaran tak jadi datang.

makanya, lain kali sabar dikit dong, nunggu keputusan pemerintah untuk menentukan awal akhir ramadhan, karena yang berhak memutuskan perkara tersebut adalah pemerintah. Buat rakyat biasa, jadilah rakyat yang sadar diri atuh, sadar bahwa dirinya bahkan ormasnya tidak berhak 'main hakim sendiri' dalam masalah ini. Akibatnya apa? Tuh opor ayam yang sudah dimasak buat lebaran, akhirnya kamu simpen di kulkas agar ga basi.

Kamu juga tuh yang punya semangat 45 takbiran pake speaker masjid, pastikan dulu lebarannya kapan?

ya udah, yang terjadi biarlah terjadi, jangan sampai semakin menjadi-jadi. Untuk kedepannya kita perlu mengetahui bagaimana cara menentukan akhir Ramadhan, tanyakan ke para ulama atau asatidzah atau bisa dilihat di website mereka.

Karena anda sudah terlanjur membaca artikel saya ini, dan karena saya cukup sibuk, sehingga tak sempat menyusun materi tentang hal ini, maka saya akan mengutip tulisan dari akhunaa Prima Ibnu Firdaus ar-Rani berikut ini:

-------------------------------------------------------------------------------
Cara menentukan satu syawal (Idhul Fitri)

Hilal bulan Syawal (tanggal 1 Syawal / ‘Idul Fithri), tidak boleh ditetapkan kecuali dengan dua orang saksi laki-laki yang adil :



“Dari Abdurrahman bin Zaid bin Khaththab, bahwa ia pernah berkhutbah pada hari yang masih diragukan (apakah telah masuk bulan Ramadhan atau belum), ia berkata : “Ketahuilah sesungguhnya aku pernah duduk belajar kepada para Sahabat Rasulullah sambil bertanya kepada mereka, lalu mereka menyampaikan kepada ku,



bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

“Berpuasalah kamu bila sudah melihat hilal (bulan Ramadhan) dan berbukalah (hari rayalah) kamu bila sudah melihat hilal (bulan Syawal), serta beribadahlah padanya. Jika mendung menyelimuti kamu, maka sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari. Dan jika ada dua orang muslim yang menyaksikan hilal, maka hendaklah kamu berpuasa dan berbukalah (idhul fithrilah).” [Shahih Jami’us Shagir no 3811, Nasaa’i 4/132-133]



Peringatan…..!

Barangsiapa yang melihat hilal satu Ramadhan atau hilal satu Syawal sendirian, maka ia tidak diperbolehkan berpuasa sebelum masyarakat berpuasa dan tidak boleh berbuka hingga masyarakat berbuka.



Hal ini berdasarkan hadits :

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Puasa adalah pada hari kamu sekalian berpuasa, berbuka (Idhul fithri) adalah pada hari kamu sekalian berbuka, dan hari kurban adalah hari kamu sekalian menyembelih hewan kurban.” [Shahih : Tirmidzi 2/101 no 693]



Imam Tirmidzi rahimahullah berkata : “Sebagian Ulama menafsirkan hadits ini dengan mengatakan, “Makna hadits ini adalah berpuasa dan berbuka harus bersama – sama dengan mayoritas kaum muslimin.”



Hadits nya jelas, dan banyak lagi hadits yang semakna diatas.



Kesimpulan : Menetapkan 1 Syawal adalah dengan melihat hilal dengan dua orang saksi yang adil. Jika mendung, maka digenapkan menjadi 30 hari.



Kita sudah mengetahui bahwa pemerintah sudah menetapkan 1 Syawal 1432 H adalah jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011 M.



Kesimpulan : Jika demikian maka kita Wajib, mengikuti dan mentaati pemerintah sebagaimana hadits diatas. dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :



Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." [Q.S An-Nisaa' : 59]



Ulil Amri didalam ayat itu adalah Ulama dan Umara (pemerintah).



SYUBHAT DAN JAWABAN NYA :



Tadi didalam sidang isbat, sama - sama kita saksikan ada diantara kaum muslimin yang sudah melihat syawal sekitar 4 orang kurang lebih. Lalu bagaimana korelasi nya dengan hadits diatas yang menetapkan 1 syawal itu cukup dengan 2 orang saksi...?



JAWAB : "Benar, 1 Syawal bisa ditetapkan dengan 2 orang saksi dari laki-laki muslim yg adil. Hanya saja tadi kita melihat, orang yang mengaku melihat hilal 1 syawal tidak diundang ke sidang isbat.



Seharusnya, pemerintah dan jajaran nya. Mengundang orang - orang yang mengaku melihat hilal syawal untuk hadir disidang isbat. ada dua manfaat dari hal ini :



1. Jika dia benar melihatnya, maka kita suruh dia menjelaskan apa yang dia lihat dan menjelaskan nya kepada kaum muslimin umumnya dan peserta sidang isbat umum nya. Jika dia benar melihat dan ada saksi lain yang menguatkan. Maka diambil sumpahnya dan ditetapkan 1 Syawal besok, berdasarkan hasil penelitian nya. Ini manfaat pertama.



2. sedangkan manfaat yang kedua, menghadirkan orang yang mengaku melihat hilal syawal adalah jika kesaksian nya dusta (berbohong), maka pemerintah bisa memberikan hukuman terhadapnya yang sudah berani berdusta atas nama agama. Dan ini bisa memberikan pelajaran bagi masyarakat umum nya.



Akan tetapi, didalam sidang tadi. Orang yang mengaku melihat hilal tidak diundang dan tidak mempunyai kesempatan untuk menjelaskan penelitian nya. Maka orang itu tidak dikenal. Dan kesaksian orang yang tidak dikenal keadaan nya. maka tidak diterima dan harus ditolak.



Dengan demikian, 1 Syawal 1432 H. Ditetapkan oleh pemerintah dengan mengenapkan puasa menjadi 30 hari. Dan inilah yang harus kita ikut.



Semoga Allah menerima amalan saya dan anda. Semoga Allah mengampuni saya dan anda.



Merlung - Jambi, 29 Ramadhan 1432 H / 29 Agustus 2011 M



Prima Ibnu Firdaus ar-Rani


----------------------------------------------------------------------------
Dipublish ulag dengan banyak tambahan oleh:
saya
di Subang, tanggalnya lihat di atas

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan

Kritik dan Sarannya tafadhol

Blog Sahabat Sunnah