Waktu begitu cepat berlalu, hingga tanpa terasa mengantarkan kita ke penghujung tahun 2010 ini, biasanya orang-orang pada beli terompet,ditiup (ya eyaalah..masa digoreng) suasana kampungh yang dulu tenang tentrem loh jinawi,berubah bising laksana di stadion GBK saat Timnas berjuang keras melawan tetangganya yang hobby mainin laser itu, belum lagi kembang api yang dibakar (nah ini baru dibakar, bukan ditiup) dalam rangka memeriahkan malam pergantian tahun..
Kita jangan lupa status kita sebagai muslim, setiap urusan kita sudah diatur oleh agama yang mulia ini, karena islam sudah sempurna, sempurnaaaa..
OK, bagaimana islam memandang kasus ini (peayaan tahun baru), halalkah atau haram...
sebelumnya kita harus tahu dulu asal usulnya, kata Om Wiki, Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. <1> Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.
Tuh khan, asalnya itu perayaan orang kafir, gak ada sangkut pautnya dengan islam, peringatan tahun baru (New Year Anniversary) itu merupakan syiar kaum kuffâr. Karena, tidaklah peringatan ini dirayakan, melainkan ia satu paket dengan peringatan natal (christmas). Kita sering lihat dan mendengar, bahwa tahni`ah (ucapan selamat) kaum Nasrani adalah : “Marry Christmas and Happy New Year”, “Selamat Natal dan Tahun Baru”. Namun, tunggu dulu. Tidak itu saja… Ternyata kaum pagan Persia yang beragama Majusî (penyembah api), menjadikan tanggal 1 Januari sebagai hari raya mereka yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus.
Penyebab mereka menjadikan hari tersebut sebagai hari raya adalah, ketika Raja mereka, ‘Tumarat’ wafat, ia digantikan oleh seorang yang bernama ‘Jamsyad’, yang ketika dia naik tahta ia merubah namanya menjadi ‘Nairuz’ pada awal tahun. ‘Nairuz’ sendiri berarti tahun baru. Kaum Majusî juga meyakini, bahwa pada tahun baru itulah, Tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki kedudukan tinggi.
Kisah perayaan mereka ini direkam dan diceritakan oleh al-Imâm an-Nawawî dalam buku Nihâyatul ‘Arob dan al-Muqrizî dalam al-Khuthoth wats Tsâr. Di dalam perayaan itu, kaum Majusî menyalakan api dan mengagungkannya –karena mereka adalah penyembah api. Kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, mereka bercampur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan khomr (minuman keras). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Orang-orang yang tidak turut serta merayakan hari Nairuz ini, mereka siram dengan air bercampur kotoran. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan.
Kemudian, sebagian kaum muslimin yang lemah iman dan ilmunya tidak mau kalah. Mereka bagaikan kaum Nabî Musâ dari Banî Isrâ`il yang setelah Allôh selamatkan dari pasukan Fir’aun dan berhasil melewati samudera yang terbelah, mereka berkata kepada Musâ ‘alaihis Salâm untuk membuatkan âlihah (sesembahan-sesembahan) selain Allôh, sehingga Musâ menjadi murka kepada mereka.
trus gimana?? Apa hukumnya merayakan perayaan orang kafir tersebut??
Syaikhul Islâm rahimahullâh berkata :
”Menyepakati kaum kuffâr di dalam perayaan-perayaan mereka tidak boleh hukumnya dengan dua argumentasi dalil, yaitu dalil umum dan dalil khusus. Dalil umumnya adalah, bahwa menyepakati ahli kitâb di dalam perkara yang tidak berasal dari agama kita dan tidak pula berasal dari kebiasaan salaf kita, maka di dalamnya terdapat kerusakan menyepakati mereka dan meninggalkannya terdapat maslahat menyelisihi mereka. Menyelisihi mereka ada maslahatnya bagi kita, sebagaimana sabda Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa sallam : ”Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” Hadîts ini berkonsekuensi akan haramnya menyerupai kaum kuffâr secara mutlak. Demikian pula sabda Nabî, ”Selisihilah kaum musyrikîn”, sedangkan hari raya mereka termasuk jenis amal perbuatan berupa agama atau syiar agama mereka yang bâthil. Adapun dalîl-dalîl khusus tentang (haramnya menyepakati) perayaan kaum kuffâr ada di dalam al-Kitâb, as-Sunnah, al-Ijmâ’ dan al-I’tibar yang menunjukkan atas haramnya menyepakati kaum kuffâr di dalam berbagai perayaan mereka.” [Iqtidhâ` ash-Shirâthal Mustaqîm].
Apa dalilnya??
Allôh Azza wa Jalla berfirman
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
”Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kepalsuan, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS al-Furqân : 72)
{ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ } وقال أبو العالية، وطاوس، ومحمد بن سيرين، والضحاك، والربيع بن أنس، وغيرهم: هي أعياد المشركين
Abul ’Aliyah, Thôwus, Muhammad bin Sîrîn, adh-Dhohhâk, Rabî’ bin Anas dan selain mereka, mengatakan bahwa maksud Lâ yasyhaduuna biz Zuur adalah (tidak menghadiri) perayaan kaum musyrikîn. [Lihat : Tafsîr Ibnu Katsîr VI/130; lihat pula Iqtidhâ` I/80]
وفي رواية عن ابن عباس – رضي الله عنهما - : أنه أعياد المشركين . وقال عكرمة – رحمه الله - : (لعب كان في الجاهلية يسمى بالزور )
Menurut riwayat Ibnu ’Abbâs radhiyallâhu ’anhumâ bahwa yang dimaksud (az-Zuur) adalah perayaan kaum musyrikin. ’Ikrimah rahimahullâhu berkata : ”Permainan di masa jahiliyah disebut dengan az-Z?r.” [Lihat : al-Jâmi` li Ahkâmil Qur`ân karya Imâm al-Qurthubî XIII/79/80].
Di dalam ayat di atas, Allôh menyatakan Lâ Yasyhad?na az-Zuur (tidak menyaksikan kepalsuan) bukan Lâ Yasyhaduuna biz Zuur (tidak memberikan kesaksian palsu), hal ini menguatkan tafsîr para imâm dan ulama di atas. Oleh karena itulah Syaikhul Islâm menguatkan makna tafsîr di atas, beliau rahimahullâh berkata :
والعرب تقول : (شهدت كذا : إذا حضرته) . كقول ابن عباس – رضي الله عنهما- : (( شهدت العيد مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ))
”Orang ’Arab mengatakan : Syahidtu kadzâ (aku menyaksikan begini) maksudnya bila aku menghadirinya. Sebagaimana perkataan Ibnu ’Abbâs radhiyallâhu ’anhu : ”Saya menghadiri ’îd bersama Rasulullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam.” [Lihat Iqtidhâ` I/429].
Apa kata Sahabat?
Umar radhiyallâhu ’anhu, beliau berkata :
اجتنبوا أعداء الله في عيدهم
”Jauhilah hari-hari perayaan musuh-musuh Allôh.” [Sunan al-Baihaqî IX/234].
’Abdullâh bin ’Amr radhiyallâhu ’anhumâ berkata :
من بنى ببلاد الأعاجم وصنع نيروزهم ومهرجانهم ، وتشبه بهم حتى يموت وهو كذلك حُشِر معهم يوم القيامة
”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kâfir, meramaikan peringatan hari raya nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.” [Sunan al-Baihaqî IX/234].
Ya Udah, mending kita malam barunya ga niup terompet, ga bakar menyan, eh kembang api..mending kita dzkir, istighosah bareng-bareng aja, gimana??
Iya, itu sama aja lari dari sumur malah ke jatuh jurang, menghindari menyerupai orang kafir malah masuk ke bid'ah, membuat tata cara ibadah yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah dan para sahabat. Aku ga tahu mana yang lebih besar dosanya..
"Terus mesti gimana dong?? Jadi Bingung nih, otakku mumet."
Kok bingung sih, gampaaaang banget, ya udah biasa aja, biasa wae, anggap aja malam ini sama dengan malam-malam biasanya, tiap malam umur kita berkurang khan, ajal semakin dekat, sama khan dengan hari-hari biasanya, cuma bedanya malam ini ganti kalender doang,
Jadi, yang mesti kita lakukan adalah....
Segera ganti kalender anda dengan kalender 2011..
Catatan kaki
<1> http://id.wikipedia.org/wiki/Tahun_baru
Sahabatmu,
Abu Fajri Khusen Aswaja
2 komentar:
kalo boleh aku katakan sih ya, kita sudah di fasilitasi dengan berbagai cara dan alasan, jadi tergantung kita mau milih jalan terbaik mana yang mesti kita lakoni termasuk cara meredam syahwat kita. betul?
betul, dan cara meredam shahwat sudah dijelaskan oleh syariat islam yg sempurna ini, jadi sikap seorang muslim yg baik adalah
“Dan tidaklah ada pilihan bagi seorang mukmin atau mukminah jika Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan sebuah perkara pada urusan mereka.” (Al Ahzab: 36)
Posting Komentar
Silahkan kasih komentar, dengan syarat menjaga adab-adabnya, tidak mengandung kata-kata kotor, makian dan sebagainya. Dan kami tidak melayani perdebatan atas sesuatu yang telah jelas dari al-Qur'an, as-Sunnah dan Ijma', namun jika ada hal yang masih samar, silahkan tanyakan